Related Articles



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
            Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus Basil Tahan Asam (BTA) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.1,2
            Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan India, perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998. TB menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. 2                              
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. UNAIDS, badan WHO (World Health Organization) yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/ AIDS) di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang.3 Pada Januari 2006, UNAIDS memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Oleh karena itu, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah.4
            Adapun di Indonesia, Departemen Kesehatan (Depkes) RI memperkirakan ada 169.000-216.000 orang berusia 15-49 tahun yang terinfeksi HIV pada tahun 2006.5 Untuk Riau sendiri, menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, terdapat 137 kasus AIDS sampai bulan Oktober 2007. Kasus terbanyak didominasi di Pekanbaru yaitu sebanyak 117 kasus.6
            TB merupakan merupakan infeksi oportunistik terbanyak yang ditemukan pada Odha dan penyebab kematian utama pada pengidap HIV. Angka TB pada Odha 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi HIV. Tingkat mortalitas pengidap HIV yang sekaligus mengidap TB empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pengidap HIV tanpa TB.7
            Prinsip pengobatan TB pada AIDS yaitu mengobati TB terlebih dahulu. Caranya sama dengan pengobatan TB biasa, yaitu dengan memakai strategi DOTS. 7

1.2       Batasan Masalah
            Referat ini membahas tentang definisi TB & AIDS, etiologi TB & AIDS, epidemiologi, cara penularan, patogenesis, TB pada AIDS dan pengobatan TB pada AIDS.


1.3       Tujuan Penulisan
·         Memahami definisi TB & AIDS, etiologi TB & AIDS, epidemiologi, cara penularan, patogenesis, TB pada AIDS dan pengobatan TB pada AIDS.
·         Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran
·         Memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

1.4       Metode Penulisan
            Metode penulisan adalah metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.   Definisi TB & AIDS
            Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sangat menular dan disebabkan oleh basil Mikobakterium Tuberkulosis. 1
            AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.3

2.   Etiologi TB & AIDS
2.1 Etiologi TB
            Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan cepat mati apabila terkena sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).8
2.2 Etiologi AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Di dalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.9
Secara morfologis, HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris, tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid), enzim reverse transcriptase, dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor limfosit T yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas dan bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih dan sinar matahari, serta mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, yodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.9
Berikut ini adalah gambar struktur HIV:

Gambar 1. Struktur HIV

Virus HIV hidup di dalam darah, saliva, semen, air mata, dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan di dalam sel monosit, makrofag dan sel glia jaringan otak.9

3.   Epidemiologi10
• Penemuan kasus TBC di Indonesia (CDR=Case Detection Rate ) pada tahun 2005 adalah 68%, telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada tahun
2005 sebesar 70% dan target 2007 menjadi 74%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR) mencapai 89,7% melebihi target WHO sebesar 85%.
• Jumlah kasus TBC yang ditemukan meningkat secara nyata dalam beberapa tahun terakhir. Angka penemuan kasus BTA positif baru meningkat dari 38% di tahun 2003 menjadi 54% di tahun 2004.
• Dampak epidemiologi menunjukkan trend penurunan insidens TBC di masyarakat yaitu 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi 107/100.000 penduduk pada tahun 2005.
• Berdasarkan survey prevalensi Nasional TBC oleh Badan Litbangkes tahun 2004, menunjukkan sebaran insidens TBC per 100.000 penduduk yang variatif dalam 4 regional, yakni Yogya/Bali (64/100.000 penduduk), Jawa (107/100.000 penduduk), Sumatera (160/100.000 penduduk) dan KTI (210/100.000 penduduk)
Menurut data WHO secara global data menunjukan bahwa presentasi orang yang
hidup dengan HIV pada tahun 2007 diestimasikan sebanyak 33,2 juta orang hidup dengan HIV, 2.5 juta adalah baru terinfeksi dan 2.1 juta orang meninggal karena AIDS.
Di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari 150% dan Indonesia adalah
negara dengan pertubuhan epidemic HIV tercepat.
Di Indonesia menurut data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) sampai dengan
30 September 2007 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak Kasus AIDS : 10384 dengan provinsi yang melaporkan AIDS sebanyak
32 provinsi dan Kabupaten/Kota yang melaporkan AIDS sebanyak186 kab/kota .
Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 4,07:1.
Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 September 2007 adalah
4,57 per 100.000 penduduk (revisi berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk
Indonesia 227.132.350 jiwa).
Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari provinsi Papua (15,1 kali angka nasional), DKI Jakarta (6,8 kali angka nasional), Kep. Riau (4,3 kali angka nasional), Bali (3,9 kali angka nasional), Kalimantan Barat (3 kali angka nasional), Maluku (2,5 kali angka nasional), Papua Barat (2,2 kali angka nasional), Bangka Belitung (1,4 kali angka nasional), dan Sulawesi Utara (1,2 kali angka nasional).
Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui IDU 49,5%, Heteroseksual 42%, dan Homoseksual 4%.
Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29
tahun (53,80%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,99%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,19%).
Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah : TB sebanyak 5327 kasus
kedua Diare kronis sebanyak 3301 kasus ketiga Kandidiasis oro-faringeal : 3097
4,1 juta infeksi HIV per tahun, 88 juta kasus baru TB 628.000 kasus TB dengan ODHA
37% pasien TB dan juga HIV+ di sub-Saharan Africa. (di beberapa negara Afrika sampai 80%) 1,6 juta kematian karena TB, 195.000 kematian TB diantara ODHA. 50% dari semua kematian TB terjadi pada ODHA di Afrika, 7% di Asia Tenggara. 11% dari kematian AIDS dan disebabkan oleh TB (dunia), sepertiga diantaranya terjadi di negara-negara dengan HIV tinggi.

4.   Cara Penularan
4.1 Cara Penularan TB
            Penularan penyakit ini melalui inhalasi basil yang mengandung droplet muclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
            Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi  angka morbiditas dan mortilitas TB.2
4.2       Cara Penularan AIDS
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1.  Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.9
2.  Transmisi non seksual
2.1.   Transmisi parenteral
2.1.1.   Jarum suntik, yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Selain itu, dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.9
2.1.2.   Darah/ produk darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Setelah tahun 1985, transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan.9
2.2.   Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai risiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.9

5.   Patogenesis
5.1 Patogenesis TB
5.1.1    Tuberkulosis Primer 2,8
            Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 -6 minggu.
            Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis                                       Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:
1.      Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2.      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3.      Berkomplikasi dan menyebar secara :
a.       Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b.      Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c.       Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya    
d.      Secara limfogen.2,11
     
5.1.2        Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
            Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
      Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1.      Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2.      Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3.      Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
4.      Kavitas tersebut akan menjadi:
a.       Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b.      Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin aktif kembali., mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c.       Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan menbungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.1,2

5.2  Patogenesis AIDS
Setelah HIV masuk ke dalam tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada di dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu (serupa infeksi mononukleosis), disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh. Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respons imun. Titik keseimbangan disebut set point dan amat penting karena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung lebih cepat.12
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah normal 800-1000 sel/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV. Mula-mula penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60 sel/mm3 per tahun, tapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat, yaitu 50-100 sel/mm3 per tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai di bawah 200 sel/mm3.12


6.   TB Paru pada AIDS
            TB merupakan merupakan infeksi oportunistik terbanyak yang ditemukan pada Odha dan penyebab kematian utama pada pengidap HIV. Angka TB pada Odha 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi HIV. Pengaruh TB terhadap HIV, selain mempercepat progresivitas HIV juga berakibat pada mortalitas HIV. Tingkat mortalitas pengidap HIV yang sekaligus mengidap TB empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pengidap HIV tanpa TB. Epidemi HIV di Indonesia berada pada kondisi concentrated epidemic dengan kecenderungan menjadi generalisasi pada beberapa provinsi. Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah penderita TB di masyarakat. Kelak, ini menjadi tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengendalian TB tak akan berhasil baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. 7
            TB plus HIV makin menurunkan respons imun. Untuk itu, jika TB-nya tidak diobati dulu, maka mempercepat replikasi kalau ada koinfeksi. TB pada Odha harus cepat diobati karena akan mempercepat kematian. Sedangkan pengaruh HIV terhadap peningkatan penderita TB cukup signifikan. Karena, daya tahan tubuh menurun, penderita HIV berpotensi juga menderita TB. 7



7.   Pengobatan TB pada AIDS
            Prinsip pengobatan TB pada AIDS yaitu mengobati TB terlebih dahulu. Caranya sama dengan pengobatan TB biasa, yaitu dengan memakai strategi DOTS. 7
            Obat yang dipakai:
      1.   Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Isoniazid (INH), Rifampisin, Prazinamid, Streptomisin, Ethambutol.
      2.   Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
            -  Kanamisin
            -  Amikasin
            -  Kuinolon
            - Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
      Dosis OAT yaitu:
Tabel 1 Jenis dan dosis OAT
Obat
Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari)
Dosis yang
Dianjurkan
Dosis
Maks(mg)
Dosis (mg)/BB (kg)
Harian
(mg/KgBB/
Hari
Inter-
mitten
(mg/kgBB/
kali
<40
40-60
>60
R
8-12
10
10
600
300
450
600
H
4-6
5
10
300
150
300
450
Z
20-30
25
35

750
1000
1500
E
15-20
15
30

750
1000
1500
S
15-18
15
15
1000
SesuaiBB
750
1000
            International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap.
Tabel 2 Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap.
Fase intensif
(2 bulan)
Fase lanjutan
(4 bulan)
BB
Harian
Harian
3x/minggu
Harian
3x/minggu

(RHZE)
150/75/400/
275
(RHZ)
150/75/400
(RHZ)
150/150/500
(RH)
150/75
(RH)
150/150
30-37
2
2
2
2
2
38-54
3
3
3
3
3
55-70
4
4
4
4
4
>71
5
5
5
5
5

Paduan obat yang dianjurkan:                  2 RHZE / 4 RH atau
                                                                  2 RHZE / 6 HE atau
                                                                  2 RHZE / 4 R3H3
            Hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan TB pada AIDS yaitu interaksi beberapa obat TB terhadap Anti Retro Viral (ARV). Rifampisin atau rifabutin dapat mengurangi kadar ARV dalam darah di bawah tingkat yang diperlukan untuk mengendalikan HIV. ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda memakai protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus, tetapi mungkin dosisnya harus diubah. Jika jumlah CD4 di bawah 100, sebaiknya rifabutin dipakai sedikitnya tiga kali seminggu. Ini mengurangi risiko TB-nya menjadi resisten terhadap rifabutin.13




BAB III
SIMPULAN & SARAN

3.1 Simpulan
·        TB paru merupakan infeksi opportunistik yang paling sering yang ditemukan pada AIDS.
·        TB paru dan AIDS saling memperburuk
·        Angka TB pada Odha 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV.
·        Penatalaksanaan TB pada Odha sama dengan penatalaksaan TB paru biasa. TBnya diobati terlebih dahulu.

3.2 Saran
  • Penyuluhan kepada penderita AIDS tentang bahayanya TB pada AIDS
  • Perlunya pengobatan dini terhadap TB pada AIDS




DAFTAR PUSTAKA

1.      Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
2.      Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993
3.      Djoerban Z & Djauzi S. HIV/ AIDS di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed/4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. 1825-9
4.      Wikipedia Indonesia. AIDS 2008; http://www.id.wikipedia.org/ [diakses Desember 2008]
5.      Yayasan Spiritia. Apa AIDS itu? 2008; http://www.spiritia.or.id/ [diakses Desember 2008]
6.      Agung B.  Fantastis, Kasus AIDS di Riau Meningkat Lebih Dari 100 % 2007; http://www.yankesriau.wordpress.com/ [diakses Desember 2008]
7.      Anonim. Tuberkulosis Plus HIV-AIDS 2008; http://www.aids-ina.org/ [diakses Desember 2008}
8.      Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108
9.      Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan AIDS 2004; http://www.library.usu.ac.id/ [diakses Desember 2008]
10.  Anonim. TB & HIV di Indonesia, 2008; http://www.koalisi.org/ [diakses Desember 2008]
11.  Zein U. Tuberkulosis.2007: http://www.infeksi.com [diakses Desember 2008]
12.  Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Ed/3. Jakarta: Media Aesculapius, 2005. 573-9
13.  Anonim. TB dan HIV. 2008; http://www.odhaindonesia.org [diakses Desember 2008]













0 comments