PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis
(TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO)
telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global
Emergency”. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus
baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus Basil Tahan Asam (BTA)
positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan
menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu
33% dari seluruh kasus TB di dunia Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan
kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.1,2
Indonesia adalah negara dengan prevalensi
TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan India, perkiraan kejadian BTA
positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998. TB menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab
kematian teringgi di Indonesia setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan
akut pada seluruh kalangan usia. 2
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang
mengancam banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. UNAIDS, badan WHO
(World Health Organization) yang
mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/ AIDS) di
seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang.3 Pada Januari 2006, UNAIDS
memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali
diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Oleh karena itu, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah.4
Adapun
di Indonesia, Departemen Kesehatan (Depkes) RI memperkirakan ada
169.000-216.000 orang berusia 15-49 tahun yang terinfeksi HIV pada tahun 2006.5
Untuk Riau sendiri, menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, terdapat
137 kasus AIDS sampai bulan Oktober 2007. Kasus terbanyak didominasi di
Pekanbaru yaitu sebanyak 117 kasus.6
TB merupakan merupakan
infeksi oportunistik terbanyak yang ditemukan pada Odha dan penyebab kematian
utama pada pengidap HIV. Angka TB pada Odha 40 kali lebih tinggi dibanding
angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia
meningkat karena HIV. TB dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan
diri, dan memperburuk infeksi HIV. Tingkat mortalitas pengidap HIV yang
sekaligus mengidap TB empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
pengidap HIV tanpa TB.7
Prinsip pengobatan TB pada AIDS yaitu mengobati TB
terlebih dahulu. Caranya sama dengan pengobatan TB biasa, yaitu dengan memakai
strategi DOTS. 7
1.2 Batasan
Masalah
Referat
ini membahas tentang definisi TB & AIDS, etiologi TB & AIDS,
epidemiologi, cara penularan, patogenesis, TB pada AIDS dan pengobatan TB pada
AIDS.
1.3 Tujuan Penulisan
·
Memahami
definisi TB & AIDS, etiologi TB & AIDS, epidemiologi, cara penularan,
patogenesis, TB pada AIDS dan pengobatan TB pada AIDS.
·
Meningkatkan
kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran
·
Memenuhi
salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan adalah metode tinjauan pustaka
dengan mengacu kepada beberapa literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi TB & AIDS
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sangat menular dan disebabkan oleh basil
Mikobakterium Tuberkulosis. 1
AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome)
dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi
HIV.3
2. Etiologi TB & AIDS
2.1 Etiologi TB
Mikobakterium
tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling banyak
menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob,
mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit
pada suhu 600C), dan cepat mati apabila terkena sinar ultraviolet
(matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan
ruangan yang lembab. mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).8
2.2 Etiologi AIDS
Penyebab AIDS adalah
sejenis virus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Human
Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Sel target virus ini
terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD4. Di dalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan
inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius
yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.9
Secara morfologis,
HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop).
Bagian inti berbentuk silindris, tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid), enzim reverse transcriptase, dan beberapa
jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan
gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor limfosit T yang rentan. Karena
bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas dan bahan kimia, maka HIV termasuk
virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih dan sinar
matahari, serta mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter,
aseton, alkohol, yodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten
terhadap radiasi dan sinar utraviolet.9
Berikut ini adalah gambar struktur HIV:
Virus HIV hidup di dalam darah, saliva, semen, air
mata, dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan di dalam sel
monosit, makrofag dan sel glia jaringan otak.9
3. Epidemiologi10
• Penemuan
kasus TBC di Indonesia (CDR=Case Detection Rate ) pada tahun 2005 adalah 68%,
telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada tahun
2005 sebesar
70% dan target 2007 menjadi 74%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan
(Success Rate = SR) mencapai 89,7% melebihi target WHO sebesar 85%.
• Jumlah kasus
TBC yang ditemukan meningkat secara nyata dalam beberapa tahun terakhir. Angka
penemuan kasus BTA positif baru meningkat dari 38% di tahun 2003 menjadi 54% di
tahun 2004.
• Dampak
epidemiologi menunjukkan trend penurunan insidens TBC di masyarakat yaitu
128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi 107/100.000 penduduk pada tahun
2005.
• Berdasarkan
survey prevalensi Nasional TBC oleh Badan Litbangkes tahun 2004, menunjukkan
sebaran insidens TBC per 100.000 penduduk yang variatif dalam 4 regional, yakni
Yogya/Bali (64/100.000 penduduk), Jawa (107/100.000 penduduk), Sumatera
(160/100.000 penduduk) dan KTI (210/100.000 penduduk)
• Menurut data WHO secara global data menunjukan bahwa presentasi orang yang
hidup dengan
HIV pada tahun 2007 diestimasikan sebanyak 33,2 juta orang hidup dengan HIV,
2.5 juta adalah baru terinfeksi dan 2.1 juta orang meninggal karena AIDS.
• Di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari 150% dan Indonesia adalah
negara
dengan pertubuhan epidemic HIV tercepat.
• Di Indonesia menurut data KPA (Komisi
Penanggulangan AIDS) sampai dengan
30
September 2007 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak
Kasus AIDS : 10384 dengan provinsi yang melaporkan AIDS sebanyak
32 provinsi dan
Kabupaten/Kota yang melaporkan AIDS sebanyak186 kab/kota .
• Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan
perempuan adalah 4,07:1.
• Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30
September 2007 adalah
4,57 per
100.000 penduduk (revisi berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk
Indonesia
227.132.350 jiwa).
• Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari provinsi Papua (15,1
kali angka nasional), DKI Jakarta (6,8 kali angka nasional), Kep. Riau (4,3
kali angka nasional), Bali (3,9 kali angka nasional), Kalimantan Barat (3 kali
angka nasional), Maluku (2,5 kali angka nasional), Papua Barat (2,2 kali angka
nasional), Bangka Belitung (1,4 kali angka nasional), dan Sulawesi Utara (1,2
kali angka nasional).
• Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui IDU 49,5%,
Heteroseksual 42%, dan Homoseksual 4%.
• Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29
tahun (53,80%),
disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,99%) dan kelompok umur 40-49 tahun
(8,19%).
• Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah : TB sebanyak 5327
kasus
kedua Diare
kronis sebanyak 3301 kasus ketiga Kandidiasis oro-faringeal : 3097
• 4,1 juta infeksi HIV per tahun, 88 juta kasus baru TB 628.000 kasus TB
dengan ODHA
• 37% pasien TB dan juga HIV+ di sub-Saharan
Africa. (di beberapa negara Afrika sampai 80%) 1,6 juta kematian karena TB,
195.000 kematian TB diantara ODHA. 50% dari semua kematian TB terjadi pada ODHA
di Afrika, 7% di Asia Tenggara. 11% dari kematian AIDS dan disebabkan
oleh TB (dunia), sepertiga diantaranya terjadi di negara-negara dengan HIV
tinggi.
4. Cara Penularan
4.1 Cara Penularan TB
Penularan
penyakit ini melalui inhalasi basil yang mengandung droplet muclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman keudara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,
kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas,atau penyebaran
langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan
seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.
Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortilitas TB.2
Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortilitas TB.2
4.2 Cara Penularan AIDS
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan
virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Orang yang sering berhubungan seksual dengan
berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi
virus HIV.9
2.
Transmisi non seksual
2.1. Transmisi parenteral
2.1.1.
Jarum suntik, yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Selain itu, dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai
oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.9
2.1.2. Darah/ produk darah
Transmisi melalui
transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Setelah tahun 1985, transmisi melalui
jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan.9
2.2. Transmisi
transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke
anak mempunyai risiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu menyusui.9
5. Patogenesis
5.1 Patogenesis TB
5.1.1 Tuberkulosis Primer 2,8
Infeksi primer terjadi saat seseorang
terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil
ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan
terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru,
yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman
TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer atau fokus Ghon. Kompleks
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 -6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan
setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis Kompleks
primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan
cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar
kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.2,11
5.1.2
Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Tuberkulosis post primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer. Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari
sarang dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan
sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan
ikat.
Sarang
dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa
meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera
terjadi proses penyembuhan dengan serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan
terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut
dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan
kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan
keju. Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas
awalnya berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik).
4. Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang
baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi),
dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin
aktif kembali., mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas
menyembuh dengan menbungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.1,2
5.2
Patogenesis AIDS
Setelah HIV masuk ke dalam
tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada di dalam sel dendritik selama
beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu (serupa
infeksi mononukleosis), disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai
kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. Sindrom
ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah
dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh. Proses ini berlangsung
berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan
upaya eliminasi oleh respons imun. Titik keseimbangan disebut set point dan amat penting karena
menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit
menuju AIDS akan berlangsung lebih cepat.12
Serokonversi (perubahan
antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi
pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien akan memasuki masa tanpa
gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah
normal 800-1000 sel/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten
HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada
limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV. Mula-mula penurunan
jumlah CD4 sekitar 30-60 sel/mm3 per tahun, tapi pada 2
tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat, yaitu 50-100 sel/mm3 per
tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV sampai masa
AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai di bawah 200
sel/mm3.12
6. TB Paru pada AIDS
TB merupakan merupakan infeksi oportunistik terbanyak
yang ditemukan pada Odha dan penyebab kematian utama pada pengidap HIV. Angka
TB pada Odha 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang yang tidak
terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB dapat
merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk infeksi HIV.
Pengaruh TB terhadap HIV, selain mempercepat progresivitas HIV juga berakibat
pada mortalitas HIV. Tingkat mortalitas pengidap HIV yang sekaligus mengidap TB
empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pengidap HIV tanpa TB. Epidemi
HIV di Indonesia berada pada kondisi concentrated
epidemic dengan kecenderungan menjadi generalisasi pada beberapa provinsi.
Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di seluruh
dunia yang berakibat meningkatnya jumlah penderita TB di masyarakat. Kelak, ini
menjadi tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak bukti yang menunjukkan
bahwa pengendalian TB tak akan berhasil baik tanpa keberhasilan pengendalian
HIV. 7
TB plus HIV makin menurunkan respons imun. Untuk itu,
jika TB-nya tidak diobati dulu, maka mempercepat replikasi kalau ada koinfeksi.
TB pada Odha harus cepat diobati karena akan mempercepat kematian. Sedangkan
pengaruh HIV terhadap peningkatan penderita TB cukup signifikan. Karena, daya
tahan tubuh menurun, penderita HIV berpotensi juga menderita TB. 7
7. Pengobatan
TB pada AIDS
Prinsip pengobatan TB pada AIDS yaitu mengobati TB
terlebih dahulu. Caranya sama dengan pengobatan TB biasa, yaitu dengan memakai
strategi DOTS. 7
Obat yang dipakai:
1. Jenis
obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Isoniazid (INH), Rifampisin,
Prazinamid, Streptomisin, Ethambutol.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini
2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam
penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Dosis OAT yaitu:
Tabel 1 Jenis dan dosis OAT
Obat
|
Dosis
(Mg/Kg
BB/Hari)
|
Dosis yang
Dianjurkan
|
Dosis
Maks(mg)
|
Dosis (mg)/BB (kg)
|
|||
Harian
(mg/KgBB/
Hari
|
Inter-
mitten
(mg/kgBB/
kali
|
<40
|
40-60
|
>60
|
|||
R
|
8-12
|
10
|
10
|
600
|
300
|
450
|
600
|
H
|
4-6
|
5
|
10
|
300
|
150
|
300
|
450
|
Z
|
20-30
|
25
|
35
|
750
|
1000
|
1500
|
|
E
|
15-20
|
15
|
30
|
750
|
1000
|
1500
|
|
S
|
15-18
|
15
|
15
|
1000
|
SesuaiBB
|
750
|
1000
|
International Union Against Tuberkulosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap.
Tabel 2 Dosis obat antituberkulosis
kombinasi dosis tetap.
Fase intensif
(2 bulan)
|
Fase lanjutan
(4 bulan)
|
||||
BB
|
Harian
|
Harian
|
3x/minggu
|
Harian
|
3x/minggu
|
(RHZE)
150/75/400/
275
|
(RHZ)
150/75/400
|
(RHZ)
150/150/500
|
(RH)
150/75
|
(RH)
150/150
|
|
30-37
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
38-54
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
55-70
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
>71
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Paduan
obat yang dianjurkan: 2 RHZE
/ 4 RH atau
2
RHZE / 6 HE atau
2
RHZE / 4 R3H3
Hal
yang perlu diperhatikan dalam pengobatan TB pada AIDS yaitu interaksi beberapa
obat TB terhadap Anti Retro Viral
(ARV). Rifampisin atau rifabutin dapat mengurangi kadar ARV dalam darah di bawah
tingkat yang diperlukan untuk mengendalikan HIV. ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada
tingkat yang mengakibatkan efek samping yang berat. Rifampisin tidak boleh
dipakai jika anda memakai protease inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai
dalam beberapa kasus, tetapi mungkin dosisnya harus diubah. Jika jumlah CD4 di
bawah 100, sebaiknya rifabutin dipakai sedikitnya tiga kali seminggu. Ini
mengurangi risiko TB-nya menjadi resisten terhadap rifabutin.13
BAB III
SIMPULAN & SARAN
3.1 Simpulan
·
TB
paru merupakan infeksi opportunistik yang paling sering yang ditemukan pada
AIDS.
·
TB
paru dan AIDS saling memperburuk
·
Angka TB pada Odha 40 kali lebih tinggi dibanding
angka untuk orang yang tidak terinfeksi HIV.
·
Penatalaksanaan TB pada Odha sama dengan
penatalaksaan TB paru biasa. TBnya diobati terlebih dahulu.
3.2 Saran
- Penyuluhan kepada penderita AIDS tentang bahayanya TB pada AIDS
- Perlunya pengobatan dini terhadap TB pada AIDS
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993
3. Djoerban Z & Djauzi S. HIV/ AIDS di
Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed/4. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI, 2006. 1825-9
4. Wikipedia
Indonesia.
AIDS 2008; http://www.id.wikipedia.org/
[diakses Desember 2008]
5. Yayasan
Spiritia. Apa AIDS itu? 2008; http://www.spiritia.or.id/ [diakses Desember
2008]
6. Agung B.
Fantastis, Kasus AIDS di Riau Meningkat Lebih Dari 100 % 2007; http://www.yankesriau.wordpress.com/ [diakses Desember 2008]
8. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108
9. Siregar FA. Pengenalan dan
Pencegahan AIDS 2004; http://www.library.usu.ac.id/ [diakses Desember 2008]
11. Zein U. Tuberkulosis.2007: http://www.infeksi.com
[diakses Desember 2008]
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Ed/3. Jakarta: Media Aesculapius, 2005. 573-9
13. Anonim. TB dan HIV. 2008; http://www.odhaindonesia.org
[diakses Desember 2008]
0 comments
Post a Comment