PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nefropati diabetik adalah sindrom klinis
pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300
mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6
bulan.1
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik
merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati
diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insidens pada
tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes melitus
tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Di Amerika Serikat, nefropati diabetik
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi
diabetes melitus, dan penyebab kematian tersering adalah karena komplikasi
kardiovaskular.1
Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita
nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini
disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada
umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati
diabetik lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan
sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di
Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Nefropati diabetik adalah sindrom klinis
pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300
mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6
bulan.1
Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai
ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai prediktor
penting untuk timbulnya nefropati diabetik.1
Gambar 1 Algoritma diagnosis albuminuria 3
2.2 Klasifikasi
Mogensen membagi 5 tahapan nefropati
diabetik, yaitu :1
a. Tahap 1
Terjadi hipertrofi
dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan
laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.
b. Tahap 2
Secara klinis
belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerolus tetap meningkat,
ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan
histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat
pula peningkatan mesangium fraksional.
c.
Tahap 3
Pada tahap ini ditemukan
mikroalbuminuria. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai
derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300 mg/24 jam.
Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan
ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.
d.
Tahap 4
Merupakan tahap
nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul
hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada
tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan
kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah.
e.
Tahap 5
Timbulnya
gagal ginjal terminal.
2.3 Patofisiologi
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap
sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian
Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami
pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih
sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada
sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron
tersebut.1,4,5
Mekanisme
terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik masih
belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh
efek yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit
oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah
rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β
yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam
serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti
kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. 1,4,5,6
Hiperglikemia
kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan
protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara
non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk
mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai
prosuk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End Product (AGEs)
yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan
seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler
serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai
terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
1,4,5,6
Hipertensi
yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong
sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada
diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus. 1
Gambar 2 Patofisiologi nefropati diabetik 6
2.4 Patologi
Secara histologis, gambaran
utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis, ekspansi mesangium yang
kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus, hialinosis
arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubul0-interstisial. 1,7
Gambar 3 Perubahan histologi glomerulus pada
nefropati diabetik 7
Gambar
4 Glomeruloseklerosis noduler 7
2.5 Tatalaksana
Evaluasi 1
Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan,
kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula
saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA)
adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin
serum dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju
filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x
Berat badan *)
72 x kreatinin serum
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 1 Pemantauan fungsi ginjal pada pasien
diabetes 1
Tes
|
Evaluasi awal
|
Follow-up
|
Penentuan mikroalbuminuria
|
Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3
bulan diagnosis ditegakkan)
|
DM tipe 1 : tiap tahun setelah 5 tahun
DM tipe 2 : tiap tahun setelag diagnosis
ditegakkan
|
Klirens kreatinin
|
Saat awal diagnosis ditegakkan
|
Tiap 1-2 tahun sampai laju filtrasi glomerulus
<100/ml/menit/1.73m2, kemudian tiap tahun atau lebih sering
|
Kreatinin serum
|
Saat awal diagnosis ditegakkan
|
Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari
laju penurunan fungsi ginjal
|
Terapi
Tatalaksana
nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih
normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Tetapi pada
prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :
1. Pengendalian gula darah dengan olahraga,
diet, obat anti diabetes.
2. Pengendalian tekanan darah dengan diet
rendah garam, obat antihipertensi.
3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah
protein, pemberian Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB).
4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas
lain seperti pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas. 1,8,9
Terapi non farmakologis nefropati diabetik
berupa gaya hidup yang sehat meliputi olah raga rutin, diet, menghentikan
merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA
adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan 10-12 menit/km, 4-5 kali seminggu.
Pembatasan asupan garam 4-5 g/hari, serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat
badan ideal/hari. 1
Target tekanan darah pada nefropati
diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah
ACE-I atau ARB. Walaupun pasien diabetik nefopati memiliki tekanan darah
normal, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat
mencegah laju penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai
akibat penurunan tekanan darah, penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan
aliran darah ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan
proliferasi sel, hipertrofi, ekspansi matriks, sitokin dan sintesa growth factor, disamping hambatan
aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas terhadap
insulin.1
Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi
ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10-12
ml/menit dianjurkan untuk memulai dialisis. 10
Rujukan
American
Diabetes Association
menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati
diabetik jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/menit/1.73m2 atau
jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi dan hiperkalemia, serta rujukan
kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30
ml/menit/1.73m2 atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi
ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.1
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
1. Nefropati diabetik ditandai oleh
terjadinya albuminuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
2. Prinsip tatalaksana nefropati diabetik
adalah melalui pengendalian gula darah, tekanan darah, perbaikan fungsi ginjal
dan pengendalian faktor komorbid.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi pada pasien
diabetes melitus untuk mengetahui adanya penurunan fungsi ginjal.
2. Perlu dilaksanakan penelitian lebih
lanjut mengenai nefropati diabetik agar diketahui data insidensi nefropati
diabetik di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
- Hendromartono. Nefropati Diabetik dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006. 1920-1922.
- Adam JMF. Komplikasi kronik diabetik. http://med.unhas.ac.id [diakses 5 Desember 2008]
- Nephropathy in Diabetes. http://www.care.diabetesjournal.org [diakses 5 Desember 2008]
- Brenner B, Glassock RJ. Nefropati Diabetik dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi XIII. Jakarta: EGC. 2000. 1476-1477.
- Wilson LM. Gagal Ginjal Kronik dalam Patofisiologi. Edisi VI. Jakarta: EGC. 2006. 940-942.
- Soman SS. Diabetic Nephropathy. http://www.emedicine.com [diakses 5 Desember 2008]
- Inope CA. Pathophysiology of Diabetic Nephropathy. http://www.carlosvirtual.wordpress.com [diakses 5 Desember 2008]
- PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. 39.
- Mubin AH. Nefropati Diabetik dalam Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC. 2001. 354-355.
- Powers AC. Diabetes Mellitus dalam Renal Complication of Diabetes Mellitus. USA: Mc. Graw-Hill. 2001.2121-2122.
Klo udah kena ginjak, udah sulit.
Mantab artikelnya, kasus dm nd uda mulai meningkat nih. :(