Manifestasi klinik yang dirasakan penderita tergantung dari letak
kelainan, lama terjadinya kelainan, perjalanan penyakit, tingkat kerusakan yang
terjadi, dan pengelolaan yang telah, sedang dan akan dilakukan. Kebutaan
merupakan hilangnya tajam penglihatan seseorang. Secara umum dikenal istilah
''buta klinis'', apabila seseorang sama sekali tidak dapat membedakan gelap
atau terang.
''Buta sosial'', yakni seseorang meski dengan kacamata terbaik
mempunyai tajam penglihatan kurang dari atau sama dengan 3/60. Artinya
penderita hanya mampu menghitung jari pada jarak 3 meter, padahal oleh orang
normal jari tersebut dapat terlihat jelas pada jarak 60 meter. Di negara
industri dikenal pula ''kebutaan industrial'', yakni apabila seorang pekerja
tidak dapat bekerja lagi akibat penglihatannya memburuk.
Gangguan pada mata dapat akibat dari penyakit sistemik, yang
berakhir dengan kebutaan. Seperti penyakit infeksi oleh bakteri, virus atau
jamur (Tuberkulosis, Sarkoidosis, Sifilis, Lepra, Toksoplasmosis, Bruselosis,
Herpes simplek, Herpes Zoster, Poliomielitis, Candidiasis, dll). Penyakit
vaskuler dan kelainan hematologik/limfatik (Hipertensi, Anemia, Lekemia,
Sindroma hiperviskositas, Limfoma ganas, dll). Kelainan metabolik dan endokrin
(Diabetes Mellitus/DM, Gout, Hiper/hipotiroid, dll serta penyakit autoimun
multisistem (Artritis rheumatoid, Lupus eritematosus sistemik, Dermatomiositis,
Skleroderma, dll).
Sering terjadi seorang penderita yang datang di praktek dokter
ahli mata didapatkan kelainan yang sumber penyakitnya tidak di mata. Tetapi di bagian
tubuh yang lain. Saat ini penyakit-penyakit yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan pola makan
yang tidak sehat semakin meningkat, misalnya DM dan hipertensi. Penyakit
tersebut sering menimbulkan komplikasi di mata yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Bagian dari mata yang rentan terhadap komplikasi tersebut adalah
retina. Pembuluh darah retina yang rusak akibat DM atau Hipertensi dapat
mengalami kebocoran yang menyebabkan pembengkakan retina. Pada keadaan yang
telah lanjut dapat terjadi perdarahan dan jaringan parut di dalam bola mata,
keadaan ini menyebabkan gangguan penglihatan yang dapat berlanjut menjadi
kebutaan.
Maka setelah dilakukan pemeriksaan secara teliti, dokter ahli mata
akan menentukan pengobatan yang paling sesuai dengan keadaan yang ditemukan
saat itu. Seperti penggunaan sinar laser dengan panjang gelombang tertentu yang
difokuskan pada retina. Cara tersebut dapat menutup kebocoran pembuluh darah
yang terjadi pada retinopati, sehingga dapat mengurangi pembengkakan retina.
Sedangkan pada retinopati diabetika stadium lanjut akan terbentuk
pembuluh darah baru yang abnormal. Untuk itu diperlukan tembakan sinar laser
secara luas dengan intensitas dan jumlah yang tinggi. Retinopati diabetika
proliferatif yang tidak di laser hampir selalu berakhir dengan kebutaan.
Operasi Vitrektomi
Pada keadaan retinopati diabetika proliferatif lanjut, mungkin
diperlukan operasi vitrektomi, yakni operasi bedah mikro untuk mengeluarkan vitreus
(badan kaca) yang patologis dari dalam bola mata. Selanjutnya diganti dengan
cairan jernih (dapat juga dengan minyak silikon). Vitreus adalah material
jernih dengan konsistensi seperti jelly yang mengisi sekitar dua per tiga dari
volume mata.
Perdarahan yang terjadi di retina dapat masuk ke
vitreus, sehingga dapat menurunkan tajam penglihatan. Dengan
dikeluarkannya vitreus yang bercampur darah dan diganti dengan cairan
jernih, diharapkan dapat terjadi perbaikan tajam penglihatan penderita. Sekitar
20 persen operasi vitrektomi yang sebelumnya belum pernah dilakukan laser, akan
memberi hasil lebih buruk daripada yang sudah di laser sebelumnya. Hasil nyata
bahwa laser yang dilakukan awal sangat bermanfaat dalam meyelamatkan tajam
penglihatan penderita retinopati diabetika.(Dr.H.Harka Prasetya SpM)
0 comments
Post a Comment