Related Articles



Admission Test (AT)

oleh : Dr Zulmaeta, SpOG,KFM


Semua penderita yang termasuk golongan risiko rendah, dilakukan fetal monitoring yang eksternal selama 15-20 menit pada waktu masuk rumah sakit untuk bersalin. Tindakan ini dimaksudkan sebagai penapisan “admission test”. (Ingemarson et al 1986). Bila tidak ada perubahan-perubahan FHR yang berhubungan dengan kontraksi-kontraksi awal-awal persalinan dan pencatatannya normal dan reaktif, maka kemungkinan hipoksia fetus disebabkan oleh kejadian akut kecil sekali kemungkinan terjadi dalam waktu beberapa jam berikutnya.

Pada penelitian di Singapura, dari 1000 wanita dengan risiko rendah, 40% wanita dengan admission test yang tidak baik berkembang menjadi gawat janin dibandingkan dengan yang reaktif hanya 1,4% (Ingemarson 1986). Dengan demikian admission test (AT) membantu kita mengidentifisir suatu subgrup fetus yang memerlukan pemantauan yang lebih intensif, sedangkan yang lainnya dapat dipantau dengan auskultasi yang intermiten saja. Pada sebagian kecil, AT yang dicurigai, belum dapat ditetapkan secara tegas patologis. Rangsangan dengan akustik pada fetus dapat dipergunakan untuk menimbulkan akselerasi dan dipakai untuk menilai AT yang samar-samar atau ragu-ragu. Menurut Ingemarson (1988) FAST tampaknya mempunyai kekuatan pembeda daripada AT, karena apabila ia abnormal meskipun ATnya reaktif, kejadian gawat janin sebesar 14,2%, dibandingkan dengan insidensi yang 6,1% gawat janin bila FAST nya normal dengan AT yang ragu-ragu atau abnormal sekalipun.  

Pemantauan Intrapartum

Pemantauan atau pengamatan selama persalinan mempunyai 3 komponen :
- pemantauan ibu
- pemantauan fetus
- pemantauan kemajuan persalinan
Tujuan pemantauan fetus selama persalinan untuk mengidentifisir masalah-masalah fetus yang bila tidak diperbaiki mengakibatkan kematian atau kesakitan neonatus dalam jangka pendek atau panjang. Selama persalinan, fetus dapat merasa tidak nyaman akibat hipoksia, infeksi atau trauma dimana hipoksia yang paling sering.  

 - Dasar patofisiologi   -
    Pemberian oksigen kepada fetus tergantung pada adekuatnya perfusi uterus, transfer gas plasenta dan sirkulasi fetus. Tegangan oksigen didalam pembuluh darah vena yang kembali dari plasenta bagaimanapun tetap lebih rendah dari pada darah venous uterus.

Disamping itu tegangan oksigen yang relatif rendah oksigenisasi jaringan fetus biasanya lebih dari cukup karena dua alasan. Pertama konsentrasi hemoglobin di fetus lebih tinggi dari pada orang dewasa dan hemoglobin fetus mempunyai afinitas lebih tinggi untuk oksigen. Kedua, pada tingkat jaringan, hemoglobin fetus memberikan oksigen lebih banyak daripada yang biasa dibutuhkan.

Keuntungan fisiologis ini, menjadikan fetus relatif lebih tahan terhadap hipoksia ringan sampai sedang. Akan tetapi bila tegangan oksigen didalam vena umbilikalis menurun sekali, maka kebutuhan jaringan fetus untuk metabolisme darah melebihi pemberian oksigen dan terjadilah hipoksia jaringan fetus. Maka fetus beralih ke metabolisme anaerob, mengakibatkan penimbunan asam laktat dan turun di jaringan serta PH darah. Selama persalinan, hipoksia fetus dapat berkembang dalam beberapa cara mempengaruhi perfusi ruangan intervilli, pengangkutan oksigen plasenta atau aliran darah umbilikus.

Pengurangan perfusi utero plasenta yang khronis, seperti yang terjadi pada IUGR, diperburuk oleh berkurangnya perfusi intervilli selama kontraksi-kontraksi uterus yang berulang-ulang atau hipotensi ibu. Hipoksia fetus akut dapat berupa hasil dari berhentinya aliran intervilli akibat hiperstimulasi uterus, dari terhentinya transfer oksigen plasenta akibat solutio plasenta atau uterus ruptur, atau gangguan aliran darah akut seperti halnya pada prolaps tali pusat.

Respons fetus terhadap hipoksia tergantung pada pendadakan kejadian dan berat serta lamanya. Respons awal fetus terhadap hipoksia yang berangsur-angsur adalah suatu usaha untuk meningkatkan dan redistribusi cardiac output ke organ-organ vital seperti otak dan jantung. Peningkatan cardiac output ini menghasilkan peningkatan dari FHR. Ini dapat diikuti oleh berkurang dan hilangnya variabilitas dan tidak adanya akselerasi akibat hipoksia batang otak.

Dengan makin memburuknya pemberian oksigen, terjadilah depresi hipoksik dari myokard. Plasenta fetus bertindak sebagai paru-paru dan interupsi dari sirkulasi pada sisi ibu menimbulkan deselerasi-deselerasi lambat sedangkan pada sisi fetus, dengan jalan kompresi tali pusat mengakibatkan deselerasi variabel. Secara individual, respons fetus di modifikasi oleh mekanisme kompensasi yang tergantung pada kapasitas cadangan dari unit uteroplasenta. Bagaimanapun juga bila hipoksia akut, respons yang berupa reflek awal adalah berkurangnya FHR, manifestasi bradikardi yang lama atau deselerasi berulang, awalnya disebabkan oleh kemoreseptor dan kemudian oleh depresi hipoksia myokard. Perubahan-perubahan pada bentuk FHR ini merupakan dasar dari pemantauan jantung fetus sebagai cara pemantauan yang paling umum untuk melihat kesejahteraan fetus intrapartum.

Dengan berkurangnya transfer gas plasenta, CO2 tertimbun di fetus menyebabkan asidosis respiratoir. Bentuk asidosis ini dengan mudah kembali normal bila CO2 cepat dihilangkan. Bagaimana pun juga, lebih jauh, hipoksia fetus yang lama akan menjurus ke glikolisis anaerob dan akibatnya terjadilah asidosis metabolik. Asidosis metabolik tidak dapat kembali sampai oksigen yang berada di jaringan fetus normal kembali. Karena itu bila FHR mencurigai adanya hipoksia fetus, pemantauan biokimia dari asam-basa fetus akan memperbaiki ketepatan diagnostik dari pemantauan jantung fetus.      

Metodologi

1. Pemantauan jantung fetus
Meskipun pemantauan fetus secara elektronik menghasilkan catatan FHR yang dapat dipercayai, akan tetapi masalahnya terletak pada interpretasi dari pencatatannya. Untuk melaksanakan interpretasi hendaknya dilakukan secara sistematis sebagai berikut :
  I. Baseline rate :
 - Ini adalah detak jantung diantara kontraksi-kontraksi uterus.
 - Merupakan hasil kerja simpati dan para simpatis
 - Normal : - 120 – 160 dpm (HON)
                  - 110 – 150 dpm (FIGO 1987)  

  II. Baseline variabilitas :
   - Diambil dari amplitudo fluktuasi FHR yang diukur dari perbedaan antara dua garis yang ditarik melalui titik tertinggi dan terendah pada pencatatan didalam setiap segmen satu menit.
   - Normal : 10-25 detak/menit
   - Bila : - < 5 detak/menit → Tidak ada
              - 5-10 detak/menit → berkurang
              - > 25 detak/menit → meningkat  

2. Adanya akselerasi : 
 - Akselerasi adalah peningkatan secara sporadis dari FHR > 15 detak per menit dari garis dasar, berlangsung selama 15 detik atau lebih. Yang pencatatan reaktif normal, harus ada sekurang-kurangnya dua akselerasi dalam pemantauan 20 menit.  

3. Deselerasi serta tipe dan beratnya
- Disebut deselerasi bila FHR turun > 15 detak/menit dari baseline untuk waktu >15 detik.
- Tipe :
    a. Deselerasi dini (Dip I)
         - ini bersamaan dengan kontraksi dimana turun dan rekaverinya perlahan-lahan, merupakan cermin dari kontraksi.
         - turunnya biasanya < 40 detak/menit
         - penyebabnya sekunder terhadap kompresi kepala dan bukan akibat hipoksia, karena itu bila deselerasi dini terjadi pada kala I persalinan dimana kepala masih belum jauh masuk kedalam panggul, kemungkinannya suatu varian dari deselerasi variabel.  
   b. Deselerasi variabel (Dip variabel)
        Deselerasi ini bervariasi dalam kaitannya dengan kontraksi-kontraksi dan bervariasi pada bentuk dan ukuran.
        Turun dan naiknya cepat.
        Disebut berat bila turunnya > 60 detak/menit dan berlangsung > 60 detik.
      - Biasanya sekunder terhadap tekanan pada tali pusat.    
   c. Deselerasi lambat (Dip II)
       Deselerasinya terlambat 15 detik antara nadir deselerasi dengan puncak kontraksi.
       Baik pada saat penurunan maupun kembalinya FHRnya berbentuk landai.
       - Akibat dari hipoksia fetus sementara selama kontraksi akibat berkurangnya perfusi retroplasenta.  

- Klasifikasi KTG intrapartum
a. – FHR normal :
- baseline 110-150 detak/menit
- variabilitas 10-25 detak/menit
- terdapat akselerasi
- tidak ada deselerasi
- Bila FHR normal hanya 2% kemungkinan fetus mengalami asidosis (PH < 7,20) dan 1 % darinya berkesempatan mempunyai 5 menit Apgar skor < 7.  
b. – FHR yang patologis atau tidak baik :
  - baseline takikardia (>150 detak/menit)
  - variabilitas (-)
  - deselerasi variabel atau lambat berulang-ulang.
   - atau ancaman adanya bradikardia berat dan lama (<80 detak/menit) untuk >10 menit atau sinusoid tanpa akselerasi.  
c. – Adanya satu tanda kelainan dari setiap aspek FHR disertai tidak adanya akselerasi
biasanya dimasukkan dalam kriteria dicurigai. Kecurigaan yang signifikan lebih sulit ditegakkan tanpa adanya penilaian lebih lanjut. Bila lebih dari dua yang abnormal maka pencatatan disebut abnormal. Pada umumnya makin banyak dari ke-4 aspek dasar FHR itu yang abnormal, makin cenderung fetus mengalami asidosis.      

Gambar 1. FHR Normal
 FHR Normal Admission Test, Tes Admisi AT Pada Janin 
 

 Gambar 2. 
- FHR dengan deselerasi lambat berulang
- tidak ada akselerasi
- beat to beat variability < 5 dpm FHR dengan deselerasi lambat berulang Admission Test, Tes Admisi AT Pada Janin

      Gambar 3. FHR dengan deselerasi variabel berulang FHR dengan deselerasi variabel berulang Admission Test, Tes Admisi AT Pada Janin      


 Gambar 4. 
- Baseline rate 150 dpm Akselerasi (+)
- Baseline variabilitas 5-10 dpm
- Deselerasi berulang - Tanda fetus sehat Baseline rate 150 dpm Admission Test, Tes Admisi AT Pada Janin    

Daftar Pustaka  
  1. Biswus A, Anandakumur C 1996. Intrapartum fetal heart monitoring. The management of labour 4:57-68.
  2. Kotz Miriam, Meirner Israel, Ingler Vaclau 1990. Fetal Wellbeing. USA : CRC Press Inc.
   

0 comments