BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Memasuki milenium baru,
Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan
Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang,
pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat
masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas
sektor dan upayanya lebih di arahkan pada peningkatan, pemeliharaan, dan
perlindungan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan
kontribusi positif bagi pengembangan prilaku dan lingkungan sehat, secara mikro
berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Berdasarkan paradigma
sehat ditetapkan visi Indonesia sehat 2010, di mana ada 3 pilar yang perlu
mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, prilaku sehat dan pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil, dah merata. 1
DBD merupakan salah
satu penyakit infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk Aedes. Penyakit ini pertama kali
dilaporkan setelah adanya kejadian luar biasa (KLB) di Jakarta dan Surabaya
pada tahun 1968. Semenjak itu jumlah
kasus dan daerah yang terjangkit semakin meluas, hampir di seluruh kota-kota
besar di Indonesia, termasuk di Riau pernah dinyatakan sebagai daerah endemik
DBD oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru pada tahun 2005. Tahun 2007 seluruh
kecamatan di Pekanbaru juga pernah dinyatakan endemis DBD oleh Dinas Kesehatan
Kota. 2
Faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks yaitu
pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkendali, tidak adanya kontrol nyamuk yang efektif di daerah endemis dan
adanya peningkatan sarana transportasi. Selama ini upaya efektif untuk mencegah
dan mengendalikan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan
pengendalian vektornya. Upaya-upaya yang sudah dilakukan antara lain dengan
pemutusan rantai nyamuk penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus dan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) yang meliputi; pengurasan tempat penampungan air, menutup tempat
penampungan dan penguburan barang bekas. 3
Salah satu hasil
kesepakatan dalam Pertemuan Nasional Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang diikuti 400 peserta dari jajaran
Depkes, Komisi VII DPR-RI, para Gubernur, Kepala Dinas Kesehatan dan
Ketua Tim Penggerak PKK di 12 provinsi KLB DBD, para Bupati/Walikota, Kadinkes
Kabupaten/Kota dan Ketua Tim Penggerak PKK di 40 Kab/Kota, Instansi terkait,
Perwakilan Lembaga Internasional di Indonesia, para Direktur RSUP terpilih,
Ketua IRSJAM, LSM terkait dan Direktur Eijkman Institute di Jakarta tanggal 5
Maret 2004 yaitu fokus program penanggulangan DBD adalah Gerakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN). 4
Sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin
untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) belum tersedia,
oleh karena itu upaya yang paling tepat untuk menanggulanginya adalah dengan
memberantas vektor (nyamuk penularnya) yaitu nyamuk Aedes Aegypti yang
berkembang biak di tempat penampungan air jernih baik di dalam rumah maupun di
luar rumah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1091/MENKES/SK/X/2004
tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di
Kabupaten/Kota menyebutkan bahwa salah satu langkah Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
kegiatan pemberantasan vektor yang meliputi : 5
a. Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dengan cara ”3 M Plus”.
b. Pemeriksaan
Jentik Berkala (PJB) tiap 3 bulan sekali tiap desa/kelurahan endemis pada 100
rumah/bangunan dipilih secara acak (random sampling) yang merupakan
evaluasi hasil kegiatan PSN DBD yang telah dilakukan masyarakat.
Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Rawat Inap
Muara Fajar memiliki berbagai kegiatan seperti :
- Pemeriksaan dan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
- Pemeriksaan rumah tangga sehat
- Pemantauan pencemaran pestisida
- Pemeriksaan kondisi TPA
- Pengawasan industri rumah tangga
- Pengawasan TPM
- Pemeriksaan keluarga dengan kepemilikan sanitasi dasar
- Pengawasan rumah makan/restoran
- Pendataan dan pengawasan depot air minum
- Pendatan dan pengawasan jasa boga
- Pemeriksaan prasarana umum yang memenuhi syarat.
Salah satu kegiatan bagian Kesehatan Lingkungan
Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar adalah pemeriksaan jentik nyamuk Aedes yang dilakukan setiap bulan. Berdasarkan
Laporan Evaluasi Program Kerja Bagian Kesling Puskesmaas Muara Fajar tahun 2008
didapatkan cakupan target dari kegiatan ini masih kurang dari 95% dengan
perhitungan, dari 1839 jumlah bangunan yang terdata di kelurahan Muara Fajar, 420
bangunan diperiksa jentik, dan 297 bangunan (70,71%) bebas jentik.
Dari analisa terhadap laporan bulanan program
Kesling didapatkan bahwa pemeriksaan jentik belum sesuai pedoman dari Dirjen
P2PL dimana tidak dilakukan setiap 3 bulan, serta tidak adanya formulir JPJ
(juru pemeriksa jentik) atau formulir hasil pemeriksaan jentik. Menurut
Departemen Kesehatan RI tentang Pemberantasan Demam Berdarah tahun 1996
menyatakan angka bebas jentik pada 100 rumah sampel harus > 95%.
1.2
Tujuan Kegiatan
1.2.1
Tujuan umum
—Optimalisasi
pelaksanaan kegiatan PJB pada program kesehatan lingkungan Puskesmas Muara
Fajar.
1.2.2
Tujuan khusus
- Teridentifikasinya masalah di kegiatan PJB melalui data sekunder, wawancara dan observasi.
- Teranalisisnya setiap permasalahan yang ada di kegiatan PJB.
- Diperolehnya penyebab timbulnya masalah utama yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan PJB melalui data sekunder, pendekatan/metode wawancara dan observasi.
- Diperolehnya beberapa solusi dan alternatif pemecahan masalah pada kegiatan PJB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kesehatan Lingkungan
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan
lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.7 Himpunan
Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) mendefinisikan kesehatan lingkungan
sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas
hidup manusia yang sehat dan bahagia.6
— Terdapat
17 ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut World Health Organization
(WHO), yaitu :7
1. Penyediaan
air minum
2. Pengelolaan
air buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan
sampah padat
4. Pengendalian
vektor
5. Pencegahan/pengendalian
pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6. Higiene
makanan, termasuk higiene susu
7. Pengendalian
pencemaran udara
8. Pengendalian
radiasi
9. Kesehatan
kerja
10. Pengendalian
kebisingan
11. Perumahan
dan pemukiman
12. Aspek
kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan
daerah dan perkotaan
14. Pencegahan
kecelakaan
15. Rekreasi
umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan
sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan —perpindahan penduduk
17. Tindakan
pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Di Indonesia, berdasarkan undang-undang No. 23 tahun 1992
tentang Pokok-Pokok Kesehatan pasal 22 ayat 3 menyebutkan bahwa kesehatan
lingkungan meliputi kegiatan/program penyehatan air dan udara, pengamanan
limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor
penyakit dan penyakit berbasis lingkungan, dan penyehatan atau pengamanan
lainnya. 8
2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue
DBD merupakan salah satu penyakit
infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk Aedes. Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan
nyamuk Aedes. Aedes Aegypti merupakan vektor epidemi paling utama namun spesies
lain seperti Ae. Albopictus, Ae. Polynesiensis anggota dari Ae. Scutellaris
complex dan Ae. Niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. 9
Seseorang yang di dalam
darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular penyakit DBD. Bila
penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut
terisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri
dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar
liurnya. Kira - kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut
siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan akan berada dalam tubuh
nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Ae.aegypti yang telah
mengisap virus dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum
mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. 9
Gejala demam berdarah biasanya berupa demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2 – 7 hari,
manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis,
ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,
hematuri) termasuk uji Tourniquet (Rumple Leede) positif,
trombositopeni (jumlah trombosit <100.000/µL), hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit >20%), disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
10
2.3. Nyamuk Penular DBD 9
Demam berdarah dengue
dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus. Sampai saat
ini yang paling berperan dalam penularan penyakit ini ialah Aedes aegypti
karena hidupnya di dalam rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun - kebun
sehingga lebih jarang kontak dengan manusia.
1. Siklus
hidup nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorphosis
sempurna yaitu : telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik,
kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik
biasanya 6 - 8 hari. Stadium pupa / kepompong 2 - 4 hari. Telur menjadi nyamuk
dewasa mencapai 9 - 10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 -3 bulan.
2. Perilaku
Nyamuk dewasa
Nyamuk jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan nyamuk betina mengisap darah. Darah
manusia lebih disukai daripada darah binatang (bersifat antrofilik). Darah
(proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh nyamuk
jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan
telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan antara 3 - 4
hari.
Setelah mengisap darah nyamuk hinggap / beristirahat
di dalam atau kadang di luar rumah. Tempat hinggap yang disenangi ialah benda -
benda yang bergantung, seperti pakaian, kelambu atau tumbuhan di dekat tempat
perkembangbiakan, tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat ini nyamuk
menunggu proses pematangan telurnya. Setelah proses pematangan telur selesai,
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakan
sedikit di atas permukaan air. Kebiasaan nyamuk Aedes aegypti mengisap darah siang hari. Aktif mengisap pada jam
08.00 - 13.00 dan 15.00 - 17.00.
3. Tempat
perkembangbiakan
Tempat perkembangbiakan utama ialah tempat
penampungan air / bejana atau genangan air yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah, di dalam atau sekitar rumah atau tempat - tempat umum, biasanya
tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.
4. Variasi
musiman
Pada
musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk yang pada waktu kemarau kosong,
mulai terisi air. Telur yang belum sempat menetas dalam tempo singkat menetas.
Semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat
dipergunakan sebagai tempat perkembangbiakan. Bertambahnya populasi nyamuk ini
merupakan salah satu faktor peningkatan penularan virus dengue.
2.4. Kegiatan Pengendalian Vektor
Pengendalian Vektor adalah semua kegiatan yang
bertujuan untuk menekan kepadatan jentik nyamuk yang berperan sebagai vektor
penyakit di rumah atau bangunan yang meliputi perumahan, perkantoran, tempat
umum, sekolah, gudang, dsb. Jentik nyamuk penular (vektor) adalah semua jentik
nyamuk yang terdapat dalam tempat penampungan air di dalam maupun di sekitar
rumah/bangunan, bak mandi, tempayan dan plastik-plastik bekas, kaleng bekas,
ban bekas dan tempat air lainnya. Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk Aedes adalah rumah/bangunan yang bebas
jentik nyamuk Aedes di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Target Rumah/ bangunanbebas jentik
nyamuk Aedes adalah : 5
ü Tahun
2005 : 95 %
ü Tahun
2010 : > 95 %
Langkah-langkah kegiatan pengendalian vektor adalah
sebagai berikut : 5
- Surveilans Tempat Perindukan Vektor
-
Pendataan rumah / bangunan di wilayah
kerja
-
Pemeriksaan tempat perindukan vektor
pada rumah / bangunan
-
Pengolahan data hasil pemeriksaan tempat
perindukan vektor
-
Rekomendasi kepada petugas kesehatan dan
sektor terkait
-
Laporan kepada atasan langsung dan
sektor terkait
-
Penyebarluasan (sosialisasi, diseminasi
informasi) hasil surveilans/pengamatan kepada lintas program dan lintas sektor
maupun swasta dan masyarakat.
- Pengendalian Vektor
-
Investigasi rumah / bangunan dan
lingkungan yang potensial jentik di wilayah kerja melalui survey lingkungan,
sosekbud, dan survey entomologi.
-
Menentukan jenis pengendalian vektor
sesuai dengan permasalahan di wilayah kerja.
-
Melakukan pemberantasan vektor sesuai
dengan jenisnya.
- Penyuluhan dan Penggerakan Masyarakat
-
Melakukan identifikasi masalah sesuai
dengan sasaran
-
Menentukan jenis media penyuluhan sesuai
dengan sasaran
-
Menentukan materi penyuluhan
pengendalian vektor
-
Melaksanakan penyuluhan dan penggerakan
masyarakat dalam rangka pengendalian vektor khususnya tempat perindukan
-
Menghimpun feed back/umpan balik yang
diberikan oleh sasaran.
- Sosialisasi, Advokasi, dan Kemitraan
-
Melakukan pertemuan untuk sosialisasi
terhadap lintas program, lintas sektor terkait, swasta dan masyarakat.
-
Menentukan jumlah dan jenis peraturan /pedoman
yang akan disosialisasikan
-
Melakukan advokasi thd pengambil
keputusan di tk. kec.maupun kab/kota
-
Menjalin jejaring kerjasama baik thp
lintas sektor maupun swasta
-
Hasil sosialisasi dilaporkan kepada
atasan langsung dan sector terkait.
- Monitoring dan Evaluasi;
-
Pemantauan secara terus menerus terhadap
hasil surveilans tempat perindukan
-
Pembinaan teknis terhadap pemerintah
(dinas kesehatan, puskesmas), swasta dan masyarakat.
- Peningkatan SDM.
-
Menentukan jenis pelatihan yg sesuai dg
peserta yg dilatih
-
Melaksanakan pelatihan pengendalian
vektor.
2.5 Metode Surveilans Vektor
DBD 11
Dalam metode Surveilans Vektor yang
ingin kita peroleh antara lain adalah data-data kepadatan vektor. Ada beberapa
metode survei yang bisa digunakan seperti metode survei terhadap nyamuk, jentik
dan survei perangkap telur (ovitrap).
- Survei nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan aspirator
umpan orang di dalam dan di luar rumah,
masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di
dinding dalam rumah yang sama.
- Survei jentik (pemeriksaan jentik)
Survei jentik dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a.
Semua tempat atau bejana yang dapat
menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan
mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b.
Untuk memeriksa tempat penampungan air
yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan
air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik,
tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
c.
Untuk memeriksa tempat-tempat
perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga/pot tanaman air/botol yang
airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d.
Untuk memeriksa jentik di tempat yang
agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.
Metode survei jentik:
a.
Single larva
Cara ini dilakukan
dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan
jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b.
Visual
Cara ini cukup
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air
tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program
DBD mengunakan cara visual. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui
kepadatan jentik Aedes aegypti:
1)
Angka Bebas Jentik (ABJ):
Jumlah
rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x1 00%
Jumlah
rumah/bangunan yang diperiksa
2) House Index (HI):
Jumlah
rumah/bangunan yang ditemukan jentik
x 100%
Jumlah
rumah/bangunan yang diperiksa
3) Container Index
(CI):
Jumlah
container dengan jentik x 100%
Jumlah
container yang diperiksa
4)
Breteau Index (BI):
Jumlah
container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan
Angka Bebas Jentik dan House
Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.
- Survei perangkap telur (ovitrap)
Survei
ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya
potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang
dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya, lalu dimasukkan
padel. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang
gelap dan lembab. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya
telur nyamuk di padel.
2.6 Tata Cara
melakukan Survei Larva/jentik di Lapangan 11
Pemeriksaan
jentik berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk. Kegiatan
ini dilakukan di rumah-rumah dan tempat- tempat umum. Selain melakukan pemeriksaan
jentik berkala petugas memberikan penyuluhan tentang pemberantasan sarang
nyamuk kepada masyarakat atau pengelola tempat umum. Dengan kunjungan yang
berulang- ulang yang disertai dengan penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat
dapat termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk secara
teratur.
Selain oleh kader, PKK, Jumantik,
atau tenaga pemeriksa jentik lainnya, pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga
dilakukan oleh masing-masing puskesmas, pada tempat-tempat perkembang-biakan
nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih secara
acak dan dilaksanakan secara teratur setiap 3 bulan untuk mengetahui hasil kegiatan
PSN DBD oleh masyarakat. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh puskesmas
setiap bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman
(rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR JPJ-2.
Contoh cara memilih
sample 100 rumah/bangunan sebagai berikut:
1.
Dibuat daftar RT untuk tiap
desa/kelurahan
2.
Setiap RT diberi nomor urut
3.
Dipilih sebanyak 10 RT sample secara
acak (misalnya dengan cara systematic random sampling) dari seluruh RT
yang ada di wilayah desa/kelurahan
4.
Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK)
atau nama TTU dari masing-masing RT sampel atau yang telah terpilih.
5.
Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut,
kemudian dipilih 10 KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak
(misalnya dengan cara sistimatik random sampel).
Cara melakukan systematic random sampling:
- Sampel RT, misalnya:
a.
Kelurahan X dengan jumlah 100 RT
b.
Setiap RT diberi nomor urut (RT 1 sampai
dengan RT 100).
c.
Jumlah RT sampel sebanyak 10 RT,
sehingga interval: 100/10 = 10
d.
Ambil kertas gulungan bernomor 1 sampai
dengan 10 (dikocok).
e.
Misal keluar angka 3, maka RT nomor urut
3 terpilih sebagai sampel pertama.
f.
Sampel selanjutnya adalah dengan
menambahkan: 3 + 10 = 23 (RT No.13), 13 + 10 = 23 (RT No. 23) dan seterusnya
sampai terpilih sebanyak 10 RT sampel.
- Sampel rumah/bangunan
a.
Buat daftar rumah/bangunan dari
tiap-tiap RT sample, misal RT 1: 30 rumah/bangunan, sampel 10 rumah untuk tiap
RT, maka interval 30/10 = 3
b.
Ambil gulungan kertas bernomor 1 sampai
dengan 3, dikocok, misal keluar angka 2, maka KK (rumah) atau bangunan dengan
nomor urut 2 terpilih sebagai sampel pertama
c.
Sampel selanjutnya adalah dengan
menambah 2 + 3 = 5 (rumah/bangunan dengan nomor urut 5 dan seterusnya sampai
terpilih 10 rumah/bangunan).
d.
Pengambilan sampel 10 rumah/bangunan
dari RT terpilih lainnya dilakukan dengan cara yang sama, sehingga
rumah/bangunan dari 10 RT sampel berjumlah 100 rumah/bangunan.
e.
Hasil PJB dicatat dan dilaporkan ke
dinas kabupaten/kota.
2.7.
Upaya Peningkatan Mutu
Upaya
peningkatan mutu ini dimulai dengan mendapatkan topik permasalahan yang
kemudian dilakukan observasi kegiatan terhadap topik permasalahan yaitu
dibidang Kesling Puskesmas Muara Fajar Pekanbaru. Observasi dilaksanakan
melalui pendekatan program. Kemudian dilakukan wawancara dengan petugas kesehatan
dibidang Kesling yang dimulai pada bulan November 2009. Hasil observasi dan
wawancara didiskusikan dengan pembimbing kegiatan upaya peningkatan mutu untuk
menentukan permasalahan yang perlu mengalami perbaikan.
Metode
yang digunakan dalam upaya peningkatan mutu ini adalah metode Plan, Do,
Check, and Action (PDCA cycle) yang didasari atas masalah
yang dihadapi (problem-faced) ke arah penyelesaian masalah (problem
solving). Konsep PDCA cycle pertama kali diperkenalkan oleh
Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.
Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang
kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”. PDCA cycle berguna
sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau sistem. Ada beberapa tahap
yang dilakukan dalam PDCA cycle, yaitu:
a. Plan
1. Mengidentifikasi output
pelayanan, siapa pengguna jasa pelayanan, dan harapan pengguna jasa pelayanan –tersebut melalui analisis suatu proses tertentu.
2. Mendeskripsikan proses yang
dianalisis saat ini
·
Pelajari
proses dari awal hingga akhir, identifikasi siapa saja yang terlibat dalam
prose tersebut.
·
Teknik
yang dapat digunakan : brainstorming
3. Mengukur dan menganalisis situasi
tersebut
·
Menemukan
data apa yang dikumpulkan dalam proses tersebut
·
Bagaimana
mengolah data tersebut agar membantu memahami kinerja dan dinamika proses
·
Teknik
yang digunakan : observasi
·
Mengunakan
alat ukur seperti wawancara
4. Fokus pada peluang peningkatan mutu
·
Pilih
salah satu permasalahan yang akan diselesaikan
·
Kriteria
masalah : menyatakan efek atas ketidakpuasan, adanya gap antara
kenyataan dengan yang diinginkan, spesifik, dapat diukur.
5. Mengidentifikasi akar penyebab
masalah
·
Menyimpulkan
penyebab
·
Teknik
yang dapat digunakan : brainstorming
·
Alat
yang digunakan : fish bone analysis Ishikawa
6. Menemukan dan memilih penyelesaian
·
Mencari
berbagai alternatif pemecahan masalah
·
Teknik
yang dapat digunakan : brainstorming
b. Do
1. Merencanakan suatu proyek uji coba
·
Merencanakan
sumber daya manusia, sumber dana, dan sebagainya.
·
Merencanakan
rencana kegiatan (plan of action)
2. Melaksanakan Pilot Project
Pilot Project dilaksanakan dalam skala kecil dengan
waktu relatif singkat (± 2 minggu)
c. Check
1. Evaluasi hasil proyek
·
Bertujuan
untuk efektivitas proyek tersebut
·
Membandingkan
target dengan hasil pencapaian proyek (data yang dikumpulkan dan teknik
pengumpulan data harus sama)
·
Target
yang ingin dicapai 80%
·
Teknik
yang digunakan: observasi dan survei
·
Alat
yang digunakan: kamera dan kuisioner
2. Membuat kesimpulan proyek
·
Hasil
menjanjikan namun perlu perubahan
·
Jika
proyek gagal, cari penyelesaian lain
·
Jika
proyek berhasil, selanjutnya dibuat rutinitas
d. Action
1. Standarisasi perubahan
·
Pertimbangkan
area mana saja yang mungkin diterapkan
·
Revisi
proses yang sudah diperbaiki
·
Modifikasi
standar, prosedur dan kebijakan yang ada
·
Komunikasikan
kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan.
·
Lakukan
pelatihan bila perlu
·
Mengembangkan
rencana yang jelas
·
Dokumentasikan
proyek
2. Memonitor perubahan
·
Melakukan
pengukuran dan pengendalian proses secara teratur
·
Alat yang digunakan untuk dokumentasi
Gambar
2.1. PDCA cycle
BAB III
KEGIATAN PEMERIKSAAN
JENTIK NYAMUK AEDES
DI PUSKESMAS MUARA
FAJAR
3.1. PLAN
3.1.1.
Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan dengan cara :
1. Observasi.
2. Wawancara
dengan staff dengan staf di bagian Kesling.
3. Data
sekunder..
—Dari data-data tersebut teridentifikasikan beberapa
masalah, yaitu :
Tabel 3.1. Identifikasi
Masalah
No.
|
Aspek yang dinilai
|
Masalah
|
Evidance
base
|
1.
|
Kegiatan
pemeriksaan jentik berkala
|
Belum
optimalnya kegiatan pemeriksaan jentik berkala
|
Wawancara
:
- Belum
adanya petugas terlatih untuk program pemberantasan vektor.
- Belum
adanya protap tentang PJB.
- Rendahnya
kesadaran masyarakat melakukan kegiatan 3M Plus.
Observasi
:
Tidak adanya formulir JPJ (juru
pemeriksa jentik)
Data
sekunder :
· Persentase
pencapaian program tahun 2008 < 70,71%.
· Dari
laporan bulanan kegiatan PJB dilakukan 1 kali sebulan.
|
2.
|
Kegiatan pengawasan
sanitasi tempat-tempat umum.
|
Masih ada
tempat-tempat umum yang belum diperiksa hygiene dan sanitasinya, seperti
sarana pendidikan, dan hotel.
|
Wawancara
:
- Jumlah
tenaga dirasakan masih kurang.
Data
sekunder :
· Sarana
pendidikan :
Laporan bulanan PKM bulan
April-Oktober hanya 1 dari 7 yang diperiksa.
· Hotel
:
Laporan bulanan PKM dari 1 hotel yang
ada tidak pernah dilakukan pemeriksaan hygiene dan sanitasi hotel.
|
3.
|
Kegiatan
pemeriksaan rumah tangga sehat.
|
Belum
optimalnya pemeriksaan rumah tangga sehat di wilayah kerja PKM Muara Fajar.
|
Wawancara
:
- Jumlah
tenaga dirasakan masih kurang.
- Wilayah
kerja yang luas.
Data
sekunder :
· Dari
laporan bulanan sebanyak 1839 rumah tangga rata-rata hanya 1-2% yang
diperiksa.
|
3.1.2.
Penentuan Prioritas Masalah
Berdasarkan
permasalahan yang ditemukan ditetapkan satu prioritas masalah dengan metode
scoring yang menggunakan pertimbangan 4 aspek yaitu:
- Urgensi/kepentingan
·
nilai
1 tidak penting
·
nilai
2 penting
·
nilai
3 sangat penting
- Solusi
·
nilai
1 tidak mudah
·
nilai
2 mudah
·
nilai
3 sangat mudah
- Kemampuan merubah
·
nilai
1 tidak mudah
·
nilai
2 mudah
·
nilai
3 sangat mudah
- Biaya
·
nilai
1 tinggi
·
nilai
2 sedang
·
nilai
3 rendah
Penetuan
prioritas masalah dibuat ke dalam tabel penentuan prioritas masalah sebagai berikut
:
Tabel 3.2 Penentuan prioritas masalah program
Kesling di Puskesmas Muara Fajar.
Kriteria Masalah
|
Urgensi
|
Solusi
|
Kemampuan merubah
|
Biaya
|
Total
|
Rank
|
Kegiatan pemeriksaan Jentik
Berkala (PJB)
|
3
|
2
|
2
|
3
|
12
|
I
|
Kegiatan
pemeriksaan rumah tangga sehat.
|
2
|
2
|
1
|
2
|
7
|
II
|
Kegiatan
pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
|
2
|
2
|
1
|
1
|
6
|
III
|
Berdasarkan
tabel penentuan prioritas masalah dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
prioritas masalah dan selanjutnya akan dicari altenatif pemecahan masalah yaitu
tidak optimalnya pelaksaanaan program Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di
Puskesmas Muara Fajar.
3.1.3
Analisis Penyebab Masalah
Berdasarkan
tabel penentuan prioritas masalah di atas, di dapatkan prioritas masalah utama
pada kegiatan ini adalah optimalisasi program Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
di Puskesmas Muara Fajar. Beberapa hal yang menjadi penyebab masalah tersebut
antara lain terlihat dari bebagai aspek dibawah ini :
Tabel
3.3. Analisis Penyebab Masalah
Masalah
|
Penyebab
Timbulnya Masalah
|
Evidance
Base
|
Belum
optimalnya kegiatan pemeriksaan jentk berkala
|
·
Man
Belum adanya pelatihan pengendalian
vektor bagi petugas PJB.
·
Methode
Tidak ada protap mengenai tata cara
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala
·
Market
Kurangnya kesadaran masyarakat yang
melakukan kegiatan PSN DBD seperti 3M Plus.
·
Material
Tidak adanya formulir JPJ-2 (Juru
Pemeriksa Jentik) untuk pencatatan hasil pemeriksaan jentik.
|
Hasil
wawancara belum ada pelatihan khusus tentang pengendalian vektor DBD bagi petugas
PJB.
Berdasarkan
wawancara dan observasi, protap mengenai pemeriksaan jentik berkala tidak
ada.
Hasil
wawancara dengan petugas PJB kesadaran masyarakat masih kurang untuk
melaksanakan kegiatan 3M Plus.
Hasil
wawancara dan observasi tidak ada formulir JPJ.
|
Di
bawah ini dapat dilihat hubungan antara keempat faktor tersebut dengan
menggunakan fishbone Analysis Ishikawa.
3.1.4.
Strategi Dan Alternatif Pemecahan Masalah Atau PoA (Plan of Action)
Setelah
melihat identifikasi masalah, maka perlu dicari alternatif pemecahan masalahnya
yang diharapkan dapat memaksimalkan kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala pada
program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Fajar.
Tabel 3.4. Strategi Dan
Alternatif Pemecahan Masalah Atau PoA (Plan
of Action)
No
|
Penyebab Masalah
|
Alternatif Pemecahan
|
Tujuan
|
Sasaran
|
Tempat
|
Pelaksana Kegiatan
|
Waktu
|
Kriteria Keberhasilan
|
1.
|
Belum adanya
pelatihan pengendalian vektor bagi petugas PJB.
|
Merekomendasikan
pelatihan pengendalian vektor bagi petugas PJB.
|
Adanya petugas
terlatih untuk kegiatan pengendalian vektor.
|
Kepala
Puskesmas
|
Puskesmas
|
Dokter Muda
IKM-IKK
|
Desember 2009
|
Indikator jangka
pendek :
· Tersampaikannya
rekomendasi ke kepala PKM.
Indikator
jangka panjang :
· Adanya petugas
terlatih untuk kegiatan pengendalian vektor.
|
2.
|
Tidak ada
protap mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala
|
Membuat protap
PJB sesuai dengan standar Dirjen P2PL.
|
Adanya pedoman
dalam melakukan kegiatan PJB.
|
Pelaksana
kegiatan PJB.
|
Puskesmas
|
Dokter Muda
IKM-IKK
|
Desember 2009
|
Adanya protap
PJB pada bagian Kesling.
|
3.
|
Kurangnya kesadaran
masyarakat yang melakukan kegiatan PSN DBD 3M Plus.
|
· Merekomendasikan
untuk dilakukan penyuluhan berkala tentang kegiatan PSN DBD kepada masyarakat
pada waktu melakukan PJB ke rumah-rumah.
· Merekomendasikan
untuk dilakukan tehnik komunikasi perubahan
perilaku masyarakat secara spesifik yaitu Komunikasi Perubahan Perilaku
(KPP)/Communication for Behavioral Impact (COMBI)
· Menyediakan
dan menyampaikan brosur tentang kegiatan 3M Plus ke masyarakat.
|
Meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan PSN DBD 3M Plus.
|
Penanggung
jawab program Kesling dan Kepala Puskesmas
|
Puskesmas
|
Dokter Muda
IKM-IKK
|
Desember 2009
|
Indikator
jangka pendek :
· Tersampaikannya
rekomendasi ke penanggung jawab program dan kepala Puskesmas
· Tersampaikannya
brosur tentang kegiatan 3M Plus ke masyarakat.
Indikator
jangka panjang :
· Adanya
penyuluhan berkala tentang PSN DBD pada waktu melakukan PJB ke rumah-rumah
· Meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN DBD.
|
4.
|
Tidak adanya
formulir JPJ-2 untuk pencatatan hasil pemeriksaan jentik.
|
Merekomendasikan
untuk diadakannya formulir JPJ-2 untuk pencatatan hasil PJB.
|
Adanya system
pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
|
Penanggung jawab
program Kesling
|
Puskesmas
|
Dokter Muda
IKM-IKK
|
Desember 2009
|
Indikator jangka
pendek:
· Tersampaikannya
rekomendasi ke kepala penanggung jawab program.
Indikator
jangka panjang :
· Adanya system
pencatatan hasil PJB yang sesuai standar.
|
3.2. DO
Kegiatan pelaksanaan pada pilot project dilakukan pada tanggal 10-15 Desember 2009. Kegiatan
dilaksanakan sesuai alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Seluruh
alternatif pemecahan masalah dapat terlaksana sesuai Plan Of Action (PoA), yaitu :
Tabel 3.5. Do
No
|
Kegiatan
|
Waktu Pelaksanaan
|
Terlaksana/Belum
|
1.
|
Memberikan
surat rekomendasi pelatihan pengendalian vektor bagi petugas PJB.
|
10
Desember 2009
|
|
2.
|
Merekomendasikan
untuk dilakukan tehnik komunikasi perubahan
perilaku masyarakat secara spesifik yaitu Komunikasi Perubahan Perilaku
(KPP)/Communication for Behavioral Impact (COMBI)
|
10
Desember 2009
|
|
3.
|
Memberikan
surat rekomendasi untuk dilakukan penyuluhan berkala tentang kegiatan PSN DBD
kepada masyarakat saat dilakukannya kegiatan PJB.
|
10
Desember 2009
|
|
4.
|
Memberikan
surat rekomendasi untuk diadakannya formulir JPJ-2 untuk pencatatan hasil
PJB.
|
10
Desember 2009
|
|
5.
|
Membuat dan
menyerahkan protap PJB sesuai dengan standar Dirjen P2PL.
|
15
Desember 2009
|
|
6.
|
Menyediakan
dan menyampaikan brosur tentang kegiatan 3M Plus ke masyarakat.
|
15
Desember 2009
|
DAFTAR
PUSTAKA
1. Depkes
RI. Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta : Pusat Promosi
Kesehatan Depkes RI. 2002.
2. Riauterkini.com.
2007. Seluruh Kecamatan Di Pekanbaru Endemis DBD. http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=13258.
[Diakses 20 November 2008].
3. Salim
M, Febriyanto. Survey Jentik Aedes aegypti
Di Desa Saung Naga Kabupaten Oku Tahun 2005. Palembang : FK UNSRI 2005.
4.
Depkes RI. 2004. KLB DBD Telah Menjadi Ancaman Kemanusiaan. http://www.depkes.go.id [Diakses 20 November
2009].
5.
Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1091/Menkes/SK/X/2004 Tentang
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota.
Jakarta : 2004.
6.
Setiyabudi R. 2007. Dasar Kesehatan
Lingkungan. Disitasi dari : http://www.ajago.blogspot.htm.
[Diakses : 20 November 2009].
7.
World Health Organization (WHO). 2008. Environmental
Health. http://www.WHO.int. [Diakses 20
November 2009].
8.
Depkes RI. Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan.
9.
Jati SP. 2009. Sekilas Temtang Program
Pemberantasan Penyakit DBD. http://www.scribd.com/documents/10911116.
[Diakses 20 November 2009].
10.
Depkes RI. Pedoman Pengobatan Dasar Di
Puskesmas 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2007.
11.
Dirjen P2PL Depkes RI. Modul Pelatihan
Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD Dengan Pendekatan Komunikasi
Perubahan Perilaku (Communication For
Behavioral Impact). Jakarta : Dirjen P2PL. 2007.
obat tradisional jelly gamat
Obat gondok
obat pengering luka jahitan
obat luka operasi
obat sering kencing
obat nyeri lutut
obat hepatitis pada anak
obat penyakit jantung koroner
obat benjolan di gusi
kantor jelly gamat gold-g
Obat Benjolan Di Lidah