1.1
Latar Belakang
Gangguan
psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi
medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala
psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan prilaku
kesehatan yang maladaptif.1
Kurang
lebih 400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peran
faktor psikis pada penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli
kimia menyatakan bahwa kekuatan batin memiliki pengaruh terhadap kekuatan
seseorang.2
Menurut
The National Academy Science tahun
1978 definisi psikosomatis adalah bidang interdisiplin yang memperhatikan
perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan prilaku, biomedis dan teknik yang
relevan dengan kesehatan dan penyakit serta penerapan pengetahuan, dan
teknik-teknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi.1
Kedokteran
psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi diantara
keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit,
namun apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan
eksaserbasi penyakit, predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih
dalam perdebatan. Dengan demikian kedokteran prilaku adalah istilah yang khusus
untuk kedokteran psikosomatis.1
1.2 Batasan Masalah
Referat
ini membahas defenisi, etiologi, gejala klinis, gangguan spesifik pada
psikosomatis, pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan psikosomatis.
1.3 Tujuan Penulisan
1
Memahami definisi, etiologi,
patogenesis, gejala klinis, gangguan spesifik pada psikosomatis, pemeriksaan,
diagnosis, dan penatalaksanaan psikosomatis.
2
Meningkatkan kemampuan menulis di
bidang kedokteran khususnya di Bagian Ilmu Penyakit Jiwa.
3
Memenuhi salah satu syarat
kelulusan Kepanitiaan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Penyakit Jiwa RSJ Tampan Panam.
1.4
Metode Penulisan
Penulisan
referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa
literatur.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psikosomatis berasal dari dua kata
yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental
Disorders edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan
dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.1,2
Menurut Wittkower psikosomatis
secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk mempelajari interelasi
aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani dalam keadaan
normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan
interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam
keadaan sehat maupun sakit.2
2.2 Etiologi
Ada
beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis3 :
1. Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu
peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon
secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan
penyesuaian kembali sosial (social read
justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh
jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya
kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan
perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala
dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang
untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan olewh perubahan
lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang
menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak
cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka
mudah pulih dari gangguan.
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non
spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar
yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan
gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali
diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki
kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara
stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan.
Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin
hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison
adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior
hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon
dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik
berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin
lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan.
Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa
pesan (messager) antara sel-sel otak.
Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.
2.3 Patofisiologi
Proses emosi terdapat di otak dan
disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat viseral yang
banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom vegetatif tersebut, seperti
kardiovascular, traktus digestifus, respiratorius, sistem endokrin dan traktus
urogenital.2
Adapun kriteria klinis penyakit
psikosomatis terdiri atas kriteria yang negatif dan kriteria yang positif.2
a. Kriteria yang positif ( yang biasanya tidak ada)
1. Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada
pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alat-alat canggih.
Bila ada kelainan organik belum tentu bukan psikosomatik, sebab :
§ Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup
lama dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang
dikeluhkan.
§ Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat
menerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan koinsidensi.
§ Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan
organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu
oleh orang lain atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini
membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.
2. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada
gejala-gejala psikotik yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada
distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit, masih mau aktif berobat.
b. Kriteria
positif (yang biasanya ada)
- Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu
- Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi.
- Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom)
- Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi sebab konflik mentalnya.
- Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhan-keluhannya.
- Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhan-keluhannya.
- Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu.
Faktor
predisposisi dapat berupa faktor fisik / somatik, biologi, stigmata neurotik,
dapat pula faktor psikis dan sosiokultural.
Kriteria-kriteria
ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif,
indikatif untuk penyakit psikosomatis.2
2.4 Manifestasi klinis
Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain:3
1. Terdapat suatu
kondisi medis umum
2. Faktor psikologis secara merugikan
mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara:
- Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatan penyembuhan dari kondisi medis umum.
- Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum
- Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu
- Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau mengeksasebasi gejala kondisi medis umum
Yang dimaksud dengan faktor
psikologis tersebut adalah3:
- Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguan depresi berat memperlambat penyembuhan infark miokard)
- Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi memperlambat pemulihan setelah pembedahan, kecemasan mengeksasebasi asma)
- Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan berperan pada penyakit kardiovaskuler)
- Gangguan kesehatan maladatif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan)
- Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis (misalnya eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang berhubungan dengan stres).
- Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis (misalnya faktor personal, kultural atau religius).
2.5 Gangguan Spesifik pada
Psikosomatis
Ada
beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:
1. Sistem Kardiovaskuler
Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat
melalui rasa takut atau kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung,
meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada
ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan
darah.4
Gejala-gejala
yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri
perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur.
Gejala- gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan
kecemasan.4
a. Penyakit arteri koroner
Penyakit arteri koroner menyebabkan
penurunan aliran darah ke jantung yang ditandai oleh rasa tidak nyaman, tekanan
pada dada dan jantung episodik. Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh penggunaan
tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau nitrogliserin sublingual.1
Flanders Dunbar menggambarkan pasien
dengan penyakit jantung koroner sebagai kepribadian agresif-kompulsif dengan
kecenderungan bekerja dengan waktu yang panjang dan untuk meningkatkan
kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan kepribadian tipe A
tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan perkembangan penyakit
jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan berjuang keras
untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara permusuhan kompetitif.
Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak dan berjuang dan marah jika
dihalangi. Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai,
kurang agresif, kurang aktif berjuang mencapai tujuannya.1
Untuk menghilangkan ketegangan
psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat psikotropika,
contohnya diazepam. Terapi medis harus suportif dan menentramkan, dengan suatu
penekanan psikologis untuk menghilangkan stres psikis, kompulsivitas dan
ketegangan.1
b. Hipertensi esensial
Orang dengan hipertensi tampak dari
luar menyenangkan, patuh dan kompulsif walaupun kemarahan mereka tidak di
ekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang terhalangi, yang
ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk hipertensi,
yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi
secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi
hipertensi. Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A.1
Psikoterapi supotif dan dan teknik
perilaku ( biofeedback, meditasi,
terapi relaksasi) telah dilaporkan berguna dalam pengobatan hipertensi.
c. Gagal jantung kongestif
Faktor psikologis seperti stres, dan
konflik emosional non spesifik, sering kali bermakna dalam memulai atau
eksaserbasi gangguan. Intinya bahwa psikoterapi suportif adalah penting pada
pengobatannya.1
d. Sinkop vasomotor (vasodepressor)
Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut
akut menghambat impuls untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian
menampung darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah
didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak,
sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan kesadaran.1
e. Aritmia jantung
Aritmia yang potensial membahayakan
hidup kadang-kadang terjadi dengan luapan emosional dan trauma emosional.
Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi terhadap aritmia akibat emosi
adalah psikotropika dan obat penghambat Beta seperti propanolol.1
f. Fenomena Raynaud
Fenomena Raynaud seringkali
disebabkan oleh stres eksternal. Terapi dapat diobati dengan psikotropika
suportif, relaksasi progesif atau biofeedback dan dengan melindungi tubuh dari
dingin dan menggunakan sedatif ringan.1
g. Jantung psikogenik bukan penyakit
Beberapa pasien adalah bebas dari
penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala yang mengarah ke jantung. Mereka
seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang jantung mereka dan rasa
takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka dapat terentang
dari masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau hipokondriasis
parah, sampai pada keyakinan waham bahwa mereka menderita penyakit jantung.1
Pengobatan psikofarmaka ditujukan
pada gejala yang menonjol. Obat
antiansietas dapat digunakan pada kecemasan yang berat.1
2. Sistem pernafasan
a. Asma bronkialis
Faktor genetik, alergik, infeksi,
stres akut dan kronis semuanya berperan dalam menimbulkan penyakit. Stimuli
emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila
sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien
asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan,
tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi. Pasien
asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain
menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja
sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan.1,4
b. Hay
fever
Faktor psikologis yang kuat
berkombinasi dengan elemen energi untuk menimbulkan Hay Fever. Faktor
psikiatrik, medis, dan alergik harus dipertimbangkan sebagai terapi hay
fever.1
c. Sindroma hiperventilasi
Sindroma hiperventilasi disebut juga
dispneu nerveous (freud), pseudo asma, distonia pulmonal (hochrein). Gambaran
klinis berupa:1,6
- Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki
- Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing
- Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan tidak dapat bernafas bebas
- Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan juga ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi
- Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, cepat lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca
d. Tuberkulosis
Onset dan perburukan tuberkulosis
sering kali berhubungan dengan stres akut dan kronis. Faktor psikologis
mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien
terhadap penyakit. Psikoterapi suportif adalah berguna karena peranan stres dan
situasi psikososial yang rumit.1
3. Sistem
gastrointestinal
a. Gastritis
Kriteria psikologis diperlukan
karena diagnosis dengan penemuan negatif organis dan keluhan vegetatif tidak
mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:7
1. gejala bersifat neurosis
2. depresi dan anxietas
3. berkeinginan untuk dirawat dan
dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan
b. Ulkus peptikum
Sifat kepribadian ulkus menjadi
faktor presdiposisi. Sifat kepribadian itu antara lain:1,8
- Tingkah laku
Orang tersebut biasanya tegang, selalu was-was,
sangat aktif dalam berbagai bidang. Tidak mudah menerima kenyataan bila dia
gagal
- Kepandaian
mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang
dikerjakan sekaligus pada waktu yang bersamaan
- Pertanggungjawaban
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bahkan
sampai memikirkan pekerjaan orang lain
- Pengenalan terhadap penyakitnya
tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat
makan, merasa sakit ulu hati tapi masih mau bekerja terus, sering datang
terlambat ke dokter
- Umur
terbanyak pada usia 30-an, karena banyak faktor
stres, kesulitan dalam bidang ekonomi dan keluarga
- Jenis kelamin/ bangsa
laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Kulit hitam lebih jarang dibandingkan
kulit putih
- Faktor sosial
Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri.
Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh
berbagai konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan hiperasiditas lambung
dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus. Psikoterapi merupakan terapi yang dapat dipakai
untuk konflik ketergantungan pasien. Biofeedback dan terapi relaksasi
mungkin berguna. Terapi medis lain yang digunakan adalah cimetidine, famotidine.1
c. Kolitis ulserativa
Tipe kepribadian dari pasien dengan
Kolitis ulserativa menunjukkan sifat kompulsif yang menonjol. Pasien cenderung
pembersih, tertib, rapi, tepat waktu, hiperintelektual, malu-malu, dan
terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan. Stres non spesifik dapat memperberat
penyakit ini. Terapi yang dianjurkan pada kolitis ulserativa yang akut adalah
psikoterapi yang non konfrontatif dan suportif dengan psikoterapi interpretatif
selama periode tenang. Terapi
medis terdiri dari tindakan medis nonspesifik, seperti antikolinergik dan anti
diare.1
d. Obesitas
Terdapat presdiposisi familial
genetika pada obesitas, dan faktor perkembangan awal ditemukan pada obesitas
masa anak-anak. Faktor psikologis adalah penting pada obesitas hipergrafik
(makan berlebihan). Terapi yang dianjurkan adalah pembatasan diet dan penurunan
asupan kalori. Dukungan emosional dan modifikasi perilaku adalah membantu untuk
kecemasan dan depresi yang berhubungan dengan makan berlebihan dan diet.1
Teknik
behaviour modification bertujuan
untuk mengubah kebiasaan makan, salah satu programnya sebagai berikut:1,9
1.
Dekripsi tingkah laku untuk
mengidentifikasi unsur mana dalam tingkah laku itu yang dapat diubah.
2.
Pengendalian stimuli yang
mendahului makan
3.
Memperlambat proses makan
4.
Menyediakan nilai untuk
pengendalian yang berhasil
e. Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa ditandai oleh
perilaku yang diarahkan untuk menghilangkan berat badan, pola aneh dalam menangani
makanan, penurunan berat badan, rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat
badan, gangguan citra tubuh, dan pada wanita amenore:1,10
4. Sistem
muskuloskletal
a. Artritis rematoid
Stres psikologis mungkin
mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit autoimun melalui
supresi kekebalan. Orang artritik merasa terkekang, terikat dan terbatas.
Karena banyak orang artritik memiliki riwayat aktivitas fisik. mereka
seringkali memiliki rasa marah yang terepresi tentang pembatasan fungsi otot-otot
mereka, yang memperberat kekakuan dan imobilitas mereka.1
Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis
adalah 11:
·
Saat
rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional
·
Kepribadian
yang khusus
·
Perbedaan
frekuensi pada pria dan wanita
·
Hubungan
dengan gangguan psikosomatis yang lain
·
Riwayat
keluarga
·
Hilang
timbul
·
Hilang
pada perubahan lingkungan, pergaulan, kebudayaan
b. Nyeri punggung bawah
Seringkali seorang pasien dengan
nyeri punggung bawah melaporkan bahwa nyerinya dimulai saat trauma psikologis
atau stres. Disamping itu reaksi pasien terhadap nyeri adalah tidak sebanding
secara emosional, dengan kecemasan dan depresi yang berlebihan.1
5. Sistem endokrin
a. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme
(tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh perubahan biokimiawi
dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan hormon tiroid endogen
atau eksogen yang kronis.1
Gejala
medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat berleb ihan, diare, penurunan
berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah.
Gejala dan keluhan
psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan, eksitabilitas, iritabilitas,
bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut yang berlebihan terhadap
ancaman kematian. 1
b. Diabetes melitus
Diabetes
melitus adalah suatau gangguan metabolisme dan sistem vaskuler yang
dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein tubuh.
Riwayat herediter dan keluarga sangat penting dalam onset diabetes. Onset yang
mendadak sering kali berhubungan dengan stres emosional yang mengganggu
keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi.1 Meninger
berpendapat bahwa ada hubungan antara psikoneurotik dengan diabetes, dengan
alasan:12
·
Jelas adanya gangguan mental
sebelum timbulnya penyakit diabetes
·
Gangguan mental yang lain dari
gejala mental yang timbul pada penyakit hati atau hipoglikemi
·
Penyembuhan gangguan mental
pararel dengan keadaan kadar gula darah
·
Gangguan metabolisme karbohidrat
dan glukosuria membaik dengan diet
·
Dengan sembuhnya gangguan mental, diabetes
juga membaik
Menurut Meninger
ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes:12
- Depresi
- Anxietas
- Fatik (letih)
c. Gangguan endokrin wanita
Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa kesehatan fisik,
dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara khusus,
perubahan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin dihipotesiskan berperan
penting sebagai penyebab.Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi,
meningkat secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kira-kira lima hari
sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis telah
terlibat didalam patogenesis gangguan.1
Penderitaan
menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan yang terjadi
setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut
menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk
kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah
(iritabilitas), depresi, pening, dan insomnia. Tanda dan gejala fisik adalah
keringat malam, muka kemerahan, dan kilatan panas (hot flash). keadaan
ini kemungkinan berhubungan dengan
sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi yang tergantung pada estrogen
hilang secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami perubahan atrofik pada
permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis.1
Wanita
mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan lemak,
kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan
tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada
tahun-tahun pasca menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis koroner.1
Keparahan
gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan hormon,
jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita untuk menahan proses
ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas mereka, serta arti psikologis ketuaan
bagi mereka.1
Kesulitan
psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus kehidupan
fase involusional. Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis,
seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan
rentan terhadap kesulitan selama menopause.1
6. Gangguan kekebalan
a. Penyakit infeksi
Penelitian klinis menyatakan bahwa
variabel psikologis mempengaruhi kecepatan pemulihan dari mononukleosis
infeksius dan influensa. Stres dan keadaan psikologis yang buruk menurunkan
daya tahan terhadap tuberkulosis dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan
demikian perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.1
b. Gangguan alergi
Bukti klinis menyatakan bahwa
faktor psikologis berhubungan dengan pencetus alergi. Asma bronkial adalah
contoh utama proses patologis yang melibatkan hipersensitifitas segera yang
berhubungan dengan proses psikososial.1
c. Transplantasi organ
Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stres,
kecemasan dan depresi mempengaruhi sistem kekebalan yang berperan dalam
mekanisme penolakan transpalantasi organ.1
7. Kanker
a. Masalah pasien
Reaksi psikologis mereka adalah
rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa takut diterlantarkan dan
kehilangan kemandirian, rasa takut diputuskan dari hubungan, fungsi peran dan
finansial, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker
menderita gangguan mental berupa gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi
berat 13% dan delirium 8%. Pada pasien kanker sering ditemukan pikiran dan
keinginan bunuh diri.1
b. Masalah yang berkaitan dengan
pengobatan1
-
Terapi
radiasi
Efek samping terapi radiasi adalah
ensefalopati yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
-
Kemoterapi
Efek samping kemoterapi berupa mual dan
muntah
-
Rasa
sakit
Pasien kanker dengan rasa sakit
memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding mereka
yang tanpa rasa sakit.
c. Masalah keluarga
Kecemasan dan depresi dalam
anggota keluarga memerlukan intervensi yang aktif. Keluarga harus memberikan
pelayanan untuk pasien.
8. Gangguan kulit
a. Pruritus menyeluruh
Pruritus psikogenik menyeluruh
adalah tidak ada penyebab organik . kemarahan yang terekspresi dan kecemasan
yang terekspresi merupakan penyebab paling sering, karena secara disadari atau
tidak mereka menggaruk dirinya sendiri secara kasar.1
b. Pruritus setempat
·
Pruritus
ani
·
Pruritus vulva
c. Hiperhidrosis
Hiperhidrosis dipandang sebagai
fenomena kecemasan yang diperantarai oleh sistem saraf otonom. Ketakutan,
kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat,
karena manusia memiliki 2 mekanisme berkeringat yaitu termal dan emosional.
Berkeringat emosional terutama tampak pada telapak tangan, telapak kaki dan
aksila. Berkeringat termal paling jelas pada dahi, leher, punggung tangan dan
lengan bawah.1
9. Nyeri kepala
a. Migren
Migren adalah ganguan paroksismal
yang ditandai oleh nyeri kepala rekuren, dengan atau tanpa gangguan visual dan
gastrointestinal. 2/3 pasien memiliki riwayat gangguan yang sama. Kepribadian
obsesional yang jelas terkendali dan perfeksionistik, yang menekan marah, dan
yang secara genetik berpresdisposisi pada migren mungkin menderita nyeri kepala
tersebut1 Mekanisme terjadinya migren psikosomatis berupa:13
- vasospasme arteri serebri
- distensi arteri karotis eksterna
- edema dinding arteri
Pada periode prodromal migren paling baik
diobati dengan Ergotamine, Tartrate (Cafergot), dan analgetik. Psikoterapi
bermanfaat untuk menghilangkan efek konflik dan stres.1
b. Tension ( kontraksi otot)
Terjadi pada 80% populasi selama perode stres
emosional. Kepribadian tipe A yang
tegang, berjuang keras
dan kompetitif peka terhadap gangguan ini. Stres emosional sering kali disertai
kontraksi otot kepala dan leher yang lama melebihi beberapa jam dapat
menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan iskemia.1
Gejalanya berupa nyeri tumpul dan
berdenyut dimulai pada sub ocipitalis yang menyebar keseluruh kepala. Kulit
kepala nyeri terhadap sentuhan, biasanya bilateral dan tidak disertai gejala
prodromal seperti mual dan muntah. Onset cenderung pada sore dan malam hari.
Pada stadium awal dapat diberikan anti ansietas, pelemas otot dan pemijatan
atau aplikasi panas pada kepala dan leher. Jika terdapat depresi yang mendasari
anti depresan perlu diberikan. Jika kronis psikoterapi merupakan terapi pilihan.1
2.6 Pemeriksaan
Biasanya penderita datang kepada
dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis
tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita
dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling
sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan
45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan
beberapa faktor yaitu:4
1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan
dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan
dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang
istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan,
perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan
menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit
yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap
obat-obatan, tembakau.
4. Faktor psikologik, stres psikologik,
keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan
stres yang timbul.
Quirido membagi cara pemeriksaan
dalam 3 lapangan2 :
a. Lapangan psikis
b. Lapangan sosial
c. Lapangan somatis
Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan
psikoterapi indentik. Yang ditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut
psikoterapi non identik, yang terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati
kelainan fisik dengan obat, memperbaiki kondisi sosial ekonomi, lingkungan,
kebiasaan hidup sehat.
2.7 Diagnosis
Pada umumnya penderita
dengan gangguan psikosomatis dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:4
a.
terdapat keluhan tentang fisik, akan tetapi tidak
terdapat penyakit fisik dan kelainan organik yang dapat menyebabkan keluhan
tersebut
b.
terdapat kelainan organik tetapi yang primer yang
menyebabkannya adalah faktor psikologis
c.
terdapat kelainan organik tetapi terdapat juga
gejala lain yang timbul bukan sebab penyakit organik itu, akan tetapi karena
faktor psikologis. Faktor psikologis ini mungkin timbul akibat penyakit organik
seperti kecemasan.
Lewis memberikan beberapa kriteria
khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatis yaitu:4
1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai
permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya yang sangat mencurigakan akan
adanya gangguan psikosomatik.
2.
Dengan pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang dapat menyebabkan
gejala-gejala.
3.
Adanya suatu stres atau konflik
yang menyulitkan penderita.
4.
Reaksi penderita terhadap stres
ini banyak hubungannya dengan gejala-gejala yang dikeluhkannya, yaitu bahwa
gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi fisik dari konflik
atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan.
5.
Terjadinya stres harus memiliki
korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan, bertambah beratnya penyakit yang
ada.
Untuk diagnosis
perlu dievaluasi faktor-faktor sebagai berikut:4
- Komponen organik versus komponen nonorganik.
- Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik.
- Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi).
- Stres yang menimbulkan gejala-gejala.
- Beratnya gangguan fisik atau psikologik.
2.8 Pengobatan
Di Amerika Serikat 1/3 penderita
yang datang berobat pada dokter umum tidak mempunyai gangguan organik, 1/3 yang
lain mempunyai gangguan organik tetapi keluhannya berlebihan.4
Dengan kesabaran dan simpati
banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat
menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau
yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja
tidak teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat
diambil contoh sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang
yang takut menjadi bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut
pendidikan dan pengetahuan penderita.4
Setelah dibuat diagnosis gangguan
psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu:4
a.
Fase
1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter
bersama-sama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu. Diusahakan
membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan dijelaskan kepada
penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala. Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.
b.
Fase 2 : merupakan fase
pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi keterangan
tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain :
§ bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh
dan menderita
§ bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah
kita obati
§ bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain
§ bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan
gangguan emosional
§ bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu,
tetapi akan hilang atau berkurang bila diobati dengan baik
§ bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan
kecemasan
§ bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh
sehingga timbul gejala
§ bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa
§ bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat.
Sering gejala merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan
§ bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.
c.
Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini
pasien yang lebih banyak bicara. Terjadi
pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat
pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan
dan pengertian. Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik,
tidak terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan.
Terdapat
3 golongan senyawa psikofarmaka:14
1. Obat tidur (hipnotik)
Diberikan
dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah senyawa
benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan triazolam.
Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti
tioridazin, prometazin.
2.
Obat penenang minor dan mayor
-
obat penenang minor
diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas,
agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada
anxietas hebat maksimal 2 bulan.
- obat penenang mayor
Yang
paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti clorpromazin, tioridazin dan
haloperidol.
3.
Antidepresan
yang
dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin,
imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang
kemudian ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara. Jakarta.1997: 276-303
2. Budihalim S, Sukatman D. Psikosamatis
Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 591-592
3. Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis
dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI 1999:228-231
4. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Airlangga University Press. Surabaya 1980:339-371
5. Budihalim S, Mudjadid. Kedokteran
Psikosamatis Dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. FK UI
Jakarta 2006: 903-08
6. Sukatman D, Budihalim S, Biran S.I. Aspek Psikosomatis Gangguan Pernafasan Dalam
Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999:614-20
7. Budihalim S, Sukatman D. Sindrom
Fungsional pada traktus digestivus Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI
Jakarta 1999: 623
8. Budihalim S, Aspek psikosomatis ulkus
peptik Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 628-29
9. Arsyad Z, Syahbuddin S. Aspek psikosomatis
obesitas Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 657-58
10. Nasution H.N. Anoreksia nervosa Dalam Ilmu
Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 659-60
11. Sukatman D, Budihalim S, Aspek
Psikosomatis penyakit reumatik. Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI
Jakarta 1999: 648- 49
12. Kadri. Aspek psikosomatis Dalam Ilmu Penyakit
Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 665-66
13. Asdie A.H. Dahlan P. Migren dan sakit
kepala. Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 652
14. Budihalim S, Sukatman D. Psikofarmaka dan
Psikosamatik. Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 602-03
0 comments
Post a Comment