Related Articles



 

ANESTESI PADA ANAK ( PEDIATRIC ANESTHESIA )

Dr. Nazlina Santoso SpAn 

 
PERHATIAN : JIKA ANDA MENYALIN SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI DARI BLOG INI HARAP MENCANTUMKAN SUMBER INFORMASI SEBAGAI REFERANSI ANDA, JIKA TIDAK ANDA AKAN DIKENAKAN SANGSI PLAGIAT.

PENDAHULUAN
Premedikasi dan induksi pada anak dan bayi merupakan tantangan bagi para ahli anestesi karena pada waktu induksi seringkali menjadi trauma psikis pada anak dan bayi. Keberhasilan penata laksanaan anestesi pada anak sangat tergantung pada kelancaran saat pemberian premedikasi dan induksi ( Smith ) Jadi diperlukan sekali ketrampilan dan pengetahuan dalam penata lakasanaan anestesi pada anak dan bayi , karena hubungannya sangat erat dengan hasil yang akan dicapai. Banyak sekali dilakukan penelitian cara yang terbaik yang bagaimana yang layak untuk premedikasi dan induksi , ada penelitian yang menyebutkan bahwa premedikasi melalui nasal adalah yang terbaik. Tetapi yang penting pada tindakan anestesi untuk anak yang diperlukan adalah melakukan pendekatan dahulu sebelum melakukan premedikasi ataupun induksi sehingga diharapkan tindakan anestesi dapat berjalan lancar.  

PSIKOLOGIS ANAK DAN ANESTESIA.
Rasa “ takut “ terhadap dokter, jarum suntik , masker dan tindakan pembedahan merupakan hal yang umum dan wajar bagi anak dan tidak dipermasalahkan atau dikuatirkan. Pemberian premedikasi sebelum tindakan anestesi ataupun tindakan induksi merupakan hal yang ditakutkan oleh anak dan hal ini dapat menyebabkan trauma psikis dan apabila kita melakukan tidak hati hati dapat menyebabkan kelainan psikologis sampai dewasa. Derajat perubahan perilaku dapat ditentukan oleh beberapa factor :  
  1. a. Usia.
Bayi usia 6 – 12 bulan sudah memperlihatkan adanya perhatian pada lingkungan sekelilingnya. Perasaan cemas atau takut akan timbul pada saat anak dibawa kerumah sakit atau kekamar bedah , karena tempat ini merupakan hal yang asing baginya. Selain dari pada itu juga akan terjadi tauma karena dipisahkan dari kedua orang tuanya dan harus berhadapan dengan orang orang yang tidak dikenal dan lingkungan yang asing. Pada usia ini sangat diperlukan sekali obat sedative sehingga pada waktu dibawa kekamar bedah anak dalam keadaan sedasi dan tenang. Sedangkan pada usia dibawah 6 bulan , bayi tidak terlalu sulit untuk dipisahkan dari kedua orang tuanya dan dapat digantikan oleh perawat.   Bayi pada usia 12 – 18 bulan memperlihatkan perkembangan fisik yang sangat pesat tetapi perkembangan jiwanya belum matang.   Anak pra sekolah usia 2 – 6 tahun sudah memperlihatkan tingkah yang sering kali menyulitkan dan menimbulkan masalah pada waktu penata laksanaan anestesi. Anak pada usia ini umumnya tidak kooperatif , tidak mau berpisah dari orang tuanya dan sering berontak , tetapi ada juga anak anak yang kooperatif sehingga sangat mudah untuk melakukan premedikasi ataupun induksi. Pada usia ini sangat diperlukan pendekatan secara psikologis dan penjelasan secara detail pada anak dan orang tuanya sehingga sudah ada hubungan yang baik antara dokter anestesi dan anak. Pendekatan ini dapat dilakukan pada waktu kunjungan pre operatif dan kalau bisa diperlihatkan foto foto atau alat yang akan dipakai sehingga anak sudah tau sebelumnya apa yang akan dilakukan ,ini merupakan penatalaksanaa anestesi yang ideal.   Pada usia 6 – 18 tahun , ditinjau dari sudut pandang psikologis sudah merupakan seorang “ dewasa kecil “ walaupu rasa takut , cemas , dan kuatir menghadapi anestesi dan pembedahan masih sangat menonjol. Pada usia ini biasanya anak sudah kooperatif , sudah banyak melakukan pertanyaan tentang tindakan yang akan dialami dan dokter anestesi secra sabar harus menjelaskannya sehingga timbul keberaniaan dari anak untuk menghadapi operasi.      
  1. b. Respon Emosi Anak
Perawatan yang lama akan mempengaruhi emosi anak dibandingkan dengan masuk rumah sakit untuk rawat jalan. Apabila anak dirawat lama dan pembedahan yang berulang harus mendapat perhatian khusus dan kalau bisa dilakukan terapi psikologis agar pada waktu dewasa tidak terdapt kelainan jiwa.  
  1. c. Latar Belakang Etnik dan Budaya.
Walaupun perlakuaan pada anak anak pada seusia itu sama , tetapi sering kali terdapat perbedaan perilaku yang ditemukan . Hal ini mungkin karena adanya perbedaan latar belakang dan pendidikan dirumah , atau sosio ekonomi , sehingga dituntut kemampuan dari dokter anestesi untuk melakukan pendekatan.      

I . PREMEDIKASI

  Manfaat dan kegunaan dari premedikasi masih menjadi perdebatan diantara para ahli, ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak anak tidak diperlukan karena akan menimbulkan trauma yang akan dibawa sampai dewasa. Jackson pada tahun 1951 , mengatakan bahwa pemberian premedikasi pada bayi/anak tidak diperlukan apabila persiapan persiapan prabedah telah dilakukan dengan baik , sedangkan Eckenhoff ( 1953) mengatakan bahwa pemberian premediaksi dapat membahayakan dan Hodges pada tahun 1960 menyatakan bahwa premedikasi merupakan trauma pada anak / bayi. Pada tahun 1982, Kay menyimpulkan , bahwa untuk penderita rawat jalan tidak perlu diberikan premedikasi. Penelitian Eckenhoff , melaporkan bahwa 17% dari anak yang telah dilakukan Tonsilektomi mengalami ganguan kejiwaan berupa ketakutan di malam hari , menjadi pemarah , dan takut pada orang asing     Terlepas dari perlu atau tidaknya premedikasi pada anak , maksud dan tujuan dari premedikasi yang terpenting adalah :  
  1. Untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut , cemas dan gelisah sehingga anak menjadi tenang ketika masuk kamar operasi.
    • Anak yang normal , apabila pada prabedah telah dipersiapkan dengan baik dan diberikan premedikasi, biasanya pada waktu masuk kekamar bedah akan tenang dan kooperatif. 
  2. Memudahkan dan melancarkan induksi anastesi.
  3. Mencegah terjadinya perubahan perubahan psikologis atau perilaku pasca anestesi / bedah.
  4. Mengurangi sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.
  5. Sebagai vagolitik – mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat anastesi , rangsangan fisik , atau manipulasi pembedahan.   Pada neonatus ataupun pada bayi umumnya tidak diperlukan pemberiaan premedikasi karena tidak begitu bermanfaat.    

II. JENIS OBAT PREMEDIKASI

  Sesuai dengan maksud dan tujuan dari premedikasi , maka obat yang dipilih umumnya dari golongan anti kholenergik , sedative hipnotik dan narkotik analgetik.  

A. Golongan Anti Kholinergik

  1. Sulfas Atropin dan Skopolamin
Atropin lebih unggul dibandingkan skopolamin untuk mengendalikan bradikardia dan aritmia lainnya terutama pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya bradikardia timbul karena manipulasi pembedahan atau karena obat obat anestesi seperti halothan dosis tinggi dan suksinilkolin. Sedangkan apabila diharapkan mengurangi sekresi lair liur ( Drying Effect ) yang disertai dengan efek sedasi dan amnesia maka sebaiknya dipilih skopolamin.

Dengan ditinggalkannya pemakaian ether sebagai obat anestetik , maka tidak diperlukan lagi obat obat premedikasi untuk mengurangi sekresi air liur. Saat ini hanya Ketamin dan “Neostigmin like drugs “ yang mempunyai efek merangsang sekresi air liur.

Pengaruh Scopolamine yang sering ditemukan adalah kemerahan ( Flushing ) dan gelisah .

Dosis sulfas atropine : 0,02 – 0.03 mg /kg BB Dosis scopolamine : Usia 1 tahun : 0,10 mg Usia 1 – 5 tahun : 0 , 15 mg Usia 6 – 10 tahun : 0,20 mg.
Atropin dan skopolamin sebaiknya tidak diberikan kepada penderita dengan suhu tinggi dan takikardia.
  2 .Glikopirolat
Merupakan senyawa garam amonium kwartener dengan khasiat anti kholenergik yang kuat dan panjang efek sampingnya tidak begitu kuat dibanding dengan sulfas atropin. Glikopirolat sering digunakan sebagai alternative pilihan lain sealain ataropi. Dosis : 5 – 10 U gr / kg BB intra vena.  

B. Golongan Hipnotik Sedatif

1 . Diazepam Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan sebagai premedikasi untuk anak , karena berkhasiat menenangkan pada sekitar 80% kasus tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali menimbulkan muntah.
Dosis : IV atau IM : 0,20 mg / kg BB
Per oral : 0,25 – 0,50 mg per kg BB
Per rectal : 0,40 – 0,50 mg per kg BB
Absorbsi lewat mukosa rectum cukup efektif.  
2 . Midazolam Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air dengan waktu kerja sangat cepat dan lama kerja yang tidak terlalu lama Dapat diberikan secara parenteral dan oral. Dosis : IM : 0,05 mg per kg BB Per oral : 7,5 – 15 mg untuk anak ank Per rectal : 0,35 – 0.45 mg per kg BB.  
3 . Promethazine ( Phenergan ) Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi cukup baik , dapat diberikan secara peroral dengan dosis 1mg per kg BB. Dosis maksimal 30 mg.  
4 . Trimeprazine ( Valergan ) Telah digunakan untuk premedkasi pada anak sejak tahun 1959 , dalam bentuk larutan dengan dosis 2 – 4 mg per kg BB per oral 2 jam sebelum induksi.. Dengan dosis ini cukup efektif untuk anak usia 2 – 10 tahun. Kerugian dari obat ini menimbulkan takikardia post operatif , tetapi keuntungannya selain menimbulkan sedasi , juga bersifat anti emetic.    
5 . Barbiturat Terdapat dua sediaan yang sering digunakan untuk premedikasi yaitu Pentobarbitone ( Nembutal ) dan Quinal Barbitone ( Seconal ) diberikan secara oral 1 ½ jam pra bedah dengan dosis 2 – 5 mg per kg BB. Obat ini tidak pernah diberikan pada bayi dibawah usia 6 bulan karena metabolismenya lama dan juga tidak dianjurkan untuk diberikan secara intramuskular karena akan menimbulkan rasa sakit , nekrosis dan abses.      

C. Golongan Narkotik Analgetik.
 Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi / anak kecil karena sering menimbulkan rasa pusing, mual , muntah dan sampai depresi pernafasan. Pemberian morfin biasanya diberikan atas indikasi adanya cacat jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05 – 0,20 mg per kg BB IM , 1 jam pra bedah. Meperidine ( Pethidin ) merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan dan juga sering menimbulkan muntah sehingga jarang dipergunakan untuk premedikasi pada anak. Methadone merupakan obat golongan narkotik yang dapat diberikan per oral dengahn dosis 0,1 – 0,3 mg per kg BB.      

Cara Pemberian Premedikasi.
Sampai saat ini belum ditemukan cara cara pemberian premedikasi pada bayi /anak yang dianggap ideal yaitu sederhana , efektif , dan tidak menimbulkan trauma psikis .   Metoda yang lazim dipakai adalah :    
1 . Cara Parenteral ( IM / IV )
Masih sering dipergunakan , walaupun sering ditolak oleh anak karena rasa takut akan jarum dan sakit. Pemberian premedikasi secara parenteral ( IM /IV ) memerlukan pendekatan secara psikologis dan perlu pengalaman/ ketrampilan menyuntik . Hampir seluruh obat premedikasi dapat diberikan secara parenteral.  
2 . Per oral .
Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada bayi / anak yang masih kecil karena tidak akan menimbulkan trauma atau rasa sakit. Agar pemberian secara oral ini dapat lebih efektif , biasanya waktunya lebih lama dan agar anak / bayi suka biasanya dicampur dengan aroma obat yang lain agar terasa manis dan disukai . Kerugian dari pemberian secara per oral : a. ditakutkan volume lambung akan bertambah , sehingga dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi, terutama pada waktu induksi. Tetapi masalah ini dapat diatasi dengan cara pemberian cukup hanya minum satu sendok makan saja dan tanpa susu. b . kadang kadang aroma obat tidak enak dan sering ditolak . c . absorbsi dilambung sukar untuk dipastikan sehingga tidak dapat dipastikan apakah obat sudah berefek. d . tidak semua obat premedikasi bisa diabsorbsi dilambung. e . kesulitan mendapatkan obat premedikasi yang dapat diberikan peroral.     Contoh sirop premedikasi : diazepam 0,2 mg per kg BB Atropine sulfas 0,02 mg per kg BB Meperidine 1,5 mg per kg BB Gula / sirop / air putih . Jenis obat yang dapat diberikan peroral : - Chloralhidrat, Nembutal , Triclofos , Vallergan. - Pentobarbitone : 3 – 4 mg per kg BB. - Diazepam : 0,5 mg per kg BB. - Midazolam : 0,5 – 1 mg per kg BB - Fentanyl : 15 – 20 U gr per kg BB
3 . Per rectal
Pemberian premedikasi secara rectal seringkali disebut sebagai anestesi basal.
4 . Per Nasal
Metode pemberian secara nasal masih dalam penelitian dan cara cara yang paling baru. Obat diberikan secara tetesan atau semprotan (“nose spray “ ) kedalam mukosa hidung. Selanjutnya obat akan diserap lewat mukosa hidung dan masuk dengan cepat kedalam sirkulasi darah karena mukosa hidung kaya akan pembuluh darah. Pemberian obat secara ini akan dengan cepat memberikan efek , sehingga kadang kadang disebut sebagai Pra Induksi. Jenis Obat : - Midazolam : 0,2 mg per kg BB ( untuk anak 1 – 5 thn ) - Sulfentanil : 1,5 – 3 U gr per kg BB.      

Permasalahan Dalam Induksi.   

Seperti pemberian premedikasi , induksi juga menjadi permasalahan pada bayi dan anak sehingga penata laksanaan anestesi pada anak mempunyai perhatian yang khusus. Induksi anestesi harus dilakukan secara halus dan hati hati, penuh dengan kesabaran dan sebelumnya harus dilakukan pendekatan secara psikologis. Bahkan ahli anestesi dapat menjadi sahabat baru bagi anak tersebut , yang akan memudahkan melakukan tindakan anestesi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi apa yang disebut “ Stormy Anesthetic Induction “ yaitu suatu keadaan dimana induksi anestesi berlangsung tidak mulus yang akibatnya akan menimbulkan trauma psikis yang dampaknya akan memperlihatkan perubahan perilaku pasca anestesi / bedah.   Sampai saat ini dikenal tiga metode / cara induksi yang lazim digunakan yaitu Inhalasi , Parenteral dan Per Rectal . Induksi lewat nasal masih merupakan cara
1 . Keahlian dan pengalaman pribadi ahli anestesiologi.
2 . Faktor faktor penderita : usia , keadaan umum dll.

Induksi anestesi pada bayi / anak selalu menimbulkan masalah baik dengan metoda inhalasi , par enteral maupun per rectal . Pada induksi anestesi inhalasi bayi akan menahan nafas , kadang kadang timbul spasme laring dan distensi lambung, pemasangan masker juga sangat sulit . Kesulitan induksi anestesi cenderung berkurang dengan bertambahnya usia bayi / anak . Anak anak usia pra sekolah , pada umumnya sulit untuk dipisahkan dari orang tuanya walaupun untuk sementara. Pada anak yang seperti demikian biasanya induksi anestesi didampingi oleh orang tuanya dan setelah anak tertidur baru ditinggal. Dari beberapa penelitian pada usia anak 6 – 7 tahun membuktikan bahwa kehadiran orang tua pada saat induksi akan mengurangi rasa`takut dan gelisah sehingga induksi dapat dilakukan dengan baik dan berjalan lancar.      

METODE INDUKSI ANESTESI.  

I . Induksi Anestesi Per Rectal

Disebut juga “ Anestesi Basal atau Pre Induksi dan cara ini dipilih untuk menghindari suntikan pada waktu premedikasi. Obat biasanya akan diabsorbsi oleh mukosa rektum dan biasanya anak / bayi akan tertidur dalam waktu 5 – 10 menit. Sejak pemberian obat ahli anestesi harus selalu berada disamping anak untuk menghindari komplikasi yang terjadi. Pada kelainan ano rectal, lambung penuh , hipovolemia dan anak umur 6 sampai 8 tahun tidak dianjurkan cara pemberian seperti ini. Keuntungan dari cara pemberian seperti ini terutama pada bayi / anak , mereka menjadi lebih tenang karena kedua orang tua tetap berada disampingnya. Induksi bisa dilakukan diruang persiapan pada waktu bayi masih ditempat tidur dan setelah bayi tertidur baru dipindahkan ke ruang bedah.    
Jenis Obat yang digunakan :    
1 . Methohexital ( Brevital ) Berupa cairan jernih yang tidak berbau dan mempunyai kekuatan sedative hipnotik tigakali lipat pentothal. Diberikan per rectal dalam bentuk larutan 10% dengan dosis 25 – 30 mg per kg BB dan anak akan tertidur dalam waktu 5 – 10 menit tanpa mempengaruhi fungsi jantung , nadi ataupun tekanan darah.
2 . Diazepam . Absorbsi larutan diazepam oleh rectum cukup baik dan farmakokinetik nya mirip seperti pemberian intra vena. Dosis : 0,4 – 0,5 mg per kg BB.
3 . Pentothal. Diberikan dalam bentuk larutan atau suppositoria dengan dosis 30 mg per kg BB dan anak akan tertidur dalam waktu 7 – 10 menit setelah pemberian. Tidak dianjurkan pemberian pada anak yang mempunyai kelainan jantung atau sumbatan jalan nafas.    
4 . Midazolam. Dengan dosis 1 mg per kg BB ternyata induksi cukup baik,    
5 . Ketamin. Belum begitu populer masih dalam penelitian.      

II . Induksi Anestesi Secara Parenteral .  

1 . Intramuskular.
 Metode ini dipilih apabila ada kesulitan dalam mencari pembuluh darah vena atau cara induksi lain tidak memungkinkan. Sebenarnya induksi anestesi cara ini lebih pasti dan praktis dibanding dengan cara induksi per rektal dan dapat dilakukan pada saat bayi /anak sudah ada dimeja operasi. Kerugian metode ini adalah suntikan sangat ditakuti anak / bayi dan volume yang diberikan cukup banyak . Obat yang digunakan biasanya Ketamin ,dosis : 6 – 10 mg per kg BB dan biasanya akan tidur setelah 3 – 5 menit.
2 . Intravena.
Keuntungan cara ini adalah selain cepat juga menyenangkan karena dapat berjalan secara mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus. Kerugiannya biasanya sangat sukar untuk memasang infus dan anak anak / bayi sering berontak juga kesukaran mencari pembuluh vena . Untuk memudahkan pemasangan infus , ada beberapa pegangan :   - lakukakan dahulu pendekatan secara psikologis - cari pembuluh darah yang meyakinkan sehingga dapat sekali tusuk, misalnya vena dilengan bagian dorsalis. - apabila kesukaran mendapatkan vena , bisa memakai jarum sayap dahulu, sebaiknya mempergunakan jarum sayap no 25/27 - dapat memakai anastesi lokal atau spray agar tidak terlalu sakit. - sebelum melakukan tindakan sebaiknya diberitahukan dahulu - bahwa akan terasa sakit sedikit seperti digigit semut.

Obat obat yang dipergunakan :  
1 . Pentothal . Dapat diberikan pada bayi / anak hanya perlu diiingat neonetus sangat peka terhadap obat ini dan metabolisme berlangsung lama. Dosis untuk induksi bayi / anak : 4 – 5mg per kg BB    
2 . Methohexital ( Brevital ) Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis 1,5 mg per kg BB. Sebagai pilihan alternatif dari pentothal , biasanya pemulihan lebih cepat dibanding pentothal dan pada anak sering menimbulkan twitching otot dan singultus apabila dosisnya tinggi. Karena obat ini sering menimbulkan rasa sakit pada dinding pembuluh darah , maka pemakaian sering dicampur dengan lidocaine 2% . Liu et al melakukan penelitian pada anak usia 6 – 15 tahun induksi anesthesia dengan dosis 1 – 2 mg per kg BB , memberikan hasil yang baik.  
3 . Diazepam . Masa pemulihan obat ini lebih lama dari pentothal atau methohexitol. Dosis : 0,4 mg per kg BB, diberikan hati hati Karen menimbul kan rasa sakit pada pembuluh darah.
4 . Ketamin . Dosis 2 mg per kg BB., dalam waktu 1 – 2 menit anak sudah tidur , dipergunakan untuk tindakan yang tidak memerlukan relaksasi , nafas spontan dan yang diutamakan khasiat analgetiknya.    
5 . Propofol . Cukup efektif untuk anak anak , tapi sering menimbulkan rasa sakit dan terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik yang khusus. Dosis : 2.5 – 3,5 mg per kg BB.    
6 . Midazolam. Tergolong benzodiazepine yang larut dalam air , tidak menyebabkan rasa sakit pada pembuluh darah. Dosis : 0,15 mg per kg BB, induksi dengan obat ini berlangsung mulus , cepat dan menyenangkan.    

III . Induksi Anestesi Inhalasi

Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan ( up Take ) gas gas anestesi pada paru anak anak / bayi lebih cepat dibanding orang dewasa karena proporsi jaringan pembuluh darahnya lebih banyak. Karena hal tersebut diatas induksi inhalasi pada anak anak / bayi lebih cepat dibanding orang dewasa dan eksresinya pun lebih cepat. Karena hal tersebut diatas banyak ahli anestesi sering memakai tehnik ini . tetapi kerugian dari tehnik ini adalah dapat menimbulkan trauma psikis dan pengalaman yang buruk. Untuk mengatasi kendala tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :   - persiapan pre operatif harus lebih baik. - masker diberi rasa dan warna yang menarik. - pemasangan masker jangan langsung menutupi muka. - bisa memakai tehnik single breath.    

Obat Anestesi Untuk Inhalasi .    
1 . N2O / O2
Induksi dengan gas ini karena tidak berbau , tidak merangsang tetapi induksi anestesi akan lebih sempurna apabila ditambah gas lain seperti halothane , sevorane , isoflurane sebagai penu njang.    
2 . Ether.
Karena baunya sangat merangsang dan tidak enak ,sering menimbulkan sekresi yang berlebihan dan saat ini sudah tidak dipergunakan lagi. Saat induksi hamper selalu menimbulkan batuk batuk bahkan sampai spasme larynx. Perlu pengalaman yang banyak.  
3 . Halothane.
 Merupakan gas anestesi inhalasi yang sering dipergunakan untuk bayi / anak karena baunya tidak merangsang dan induksi bisa berjalan mulus dan lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian yang disebut “ drug induced hepatitis “ pada pemakaian yang berulang terutama pada anak anak usia diatas 14 tahun. Induksi anestesi berlangsung cepat, mulus dan lancar dibandingkan dengan obat anestesi lainnya , karena baunya enak dan tidak merangsang. MAC untuk neonatus 0,87% , Bayi 1,02% , Anak 1,20% dan dewasa 0,75% .  
4 . Isoflurane 
  Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding halothan sehingga secara teoritis induksianestesi dan pemulihan berlangsung sangat cepat. Gas ini hampir tidak mengalami metabolisme dalam tubuh dan dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna . Baunya agak tidak sedap dan sedikit merangsang jalan nafas , sehingga kadang kadang bayi / anak menahan nafas atau batuk . Induksi anestesi dengan isoflurane perlu pengalaman yang cukup dan penuh perhatian , karena baunya yang tidak sedap dan merangsang jalan nafas dimana kadang kadang bayi / anak akan menahan nafas.
 5 . Enflurane
Induksi anestesi dengan gas ini tidak begitu lancar dan mulus , anak sering menahan nafas , batuk batuk , dapat terjadi spasme larynx. Koefisien kelarutan gas`dalam lemak lebih rendah dari halothan , induksi lebih cepat dari halothan dan pemulihannyapun lebih cepat.    

IV. Induksi Anestesi Lewat Nasal

  Merupakan cara induksi anestesi yang paling baru dan dikenal dengan istilah Pra Induksi , karena perubahan kesadaran yang timbul berbeda dengan akibat pemberian premedikasi secara oral , atau intra muskular. Pemberian Sufentanil lewat nasal dengan dosis 1,5 – 3,0 Ugr per kg BB ternyata cukup efektif sebagai pra induksi pada anak yang lebih besar. Cara ini tidak begitu menimbulkan efek yang traumatis.      

KESIMPULAN.   

Anestesi pada pediatri terutama saat pemberian premedikasi dan induksi sering menimbulkan trauma pada anak / bayi. Tehnik pemberian premedikasi dan induksi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui oral , parenteral dan nasal. Masing masing tehnik mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Setiap ahli anestesi mempunyai kemampuan yang berbeda dalam melakukan tindakan anestesi baik untuk premedikasi , induksi maupun tehnik rumatan nya yang tujuannya adalah untuk mengurangi trauma psikis pada bayi / anak. CATATAN .
  1. Jadwal Puasa
  • < 3 kg : 4 jam pre op breast feeding 2 jam pre op the manis.   
  • 3 – 5 kg : 4 – 6 jam pre op the manis.   
  • > 10 kg : 6 jam pre op teh manis.   
  • Anak yang besar puasa mulai jam 24.
     2 . Post Op Pain
  • Paracetamol 
    • 4 – 7 kg 2 dd 50 mg supp 
    • 8 – 16 kg 2 dd 100 mg supp 
    • 17 – 24 kg 2 dd 200 mg supp 
    • 25 - 32 kg 3 dd 200 mg supp 
    • 33 - 40 kg 4 dd 200 mg supp 
    • > 40 kg 2 dd 500 mg supp   
  • Morfin 
    • 0 – 6 bln : 0 , 05 mg / kg BB IM
    • > 6 bln : 0,1 mg / kg BB IM      
    Rumatan cairan :
10 kg pertama : 4 ml per kg BB
20 kg : 10 kg pertama di + 2 ml 10 kg kedua
< 20 kg : 10 kg pertama dan kedua di + 1 ml per kg selanjutnya
Misal :
BB 5 kg ………….. 5 x 4ml
BB 15 kg …………. 10 X 4 ml + 5X 2 ml
BB 25 kg ………….. 10 X 4 ml + 10 X 2 ml + 5 X 1ml
Ini adalah Formula dari Gordon Bush .
   
ANESTESI UMUM
Tehnik dan alat alat anestesi yang dipakai untuk bayi dan anak anak pada umumnya berbeda dengan alat yang dipakai oleh dewasa. Anatomi dan fisiologi pada bayi dan anak anak berbeda dengan dewasa juga psikologisnya sangat berbeda. Oleh karena hal tersebut maka pengelolaan dan tehniknyapun berbeda dengan dewasa.   Berdasarkan umur , dibedakan istilah istilah : - Neonatus ( new born ) yaitu anak yang berumur antara 1 – 29 hari. - Bayi , yaitu anak yang berumur antara 1 – 12 bulan - Anak ( child ) yaitu anak yang berumur antara 1 – 12 tahun   Perbedaan istilah sehubungan dengan anatomi , fisiologi dan psikologi anak.      

ANATOMI 
Bentuk kepala relative lebih besar dari orang dewasa apabila dibandingkan tubuhnya , sedangkan otot leher belum berkembang sehingga kepala tidak bisa menahan tegaknya kepala. Rongga dada berubaha bentuknya sesuai dengan perkembangan umur , dimana pada usia 2 tahun tulang iga terletak horizontal , otot pernafasan masih lemah sehingga pernafasan seluruhnya dilakukan oleh diafragma. Larynx terletak lebih tinggi , pada bayi rimaglotis setinggi C III – C IV , sedangkan pada dewasa setinggi C V. Epiglotis lebih panjang dan kecil , berbentuk seperti U , tidak rata dan membentuk sudut 45* dengan dinding faring sedangkan pada dewasa letaknya menutupi dasar lidah. Bagian tersempit dari trakea kira kira setinggi os cricoid , sehingg pada waktu intubasi sering kesulitan memasukan tube , oleh karena itu pada bayi / anak pemakaian tube tidak dengan cuf.  
FISIOLOGI.  
A . SISTEM RESPIRASI.
Dead space pada anak relative lebih besar dibandingkan dengan dewasa, karena sebagian besar jaringan paru paru kurang berfungsi pada waktu pertukaran udara pada waktu pernafasan. Alveolar ventilation pada bayi tidak baik , sehingga bayi akan bernafas lebih cepat dan dangkal.
Tipe pernafasan pada bayi :  
1 . Regular , dimana waktu inspirasi dan ekspirasi sama dalam satu siklus tanpa adanya pause ekspiratoar.   2 . Cogwheel , type pernafasan dimana setelah fase ekspirasi yang panjang akan diikuti oleh pause respirasi.
3 . Periodic , satu pernafasan regular yang diselingi oleh interval apnoe atau respirasi yang dangkal.
Pada saat inspirasi , udara sering masuk kedalam lambung sehingga tekanan negative dalam rongga dada sering naik. Pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan pada bayi / anak karena akan mempersempit jalan nafas. Lidah bayi sering jatuh kebelakang pada saat induksi dan menutupi jalan nafas . Tidal volume neonatus pada kurang lebih 20ml dan pada usia 6 bulan , 60 ml , sedangkan pada usia 1 tahun 80ml.    

B . SISTEM KARDIOVASKULER.
Denyut jantung bayi / anak cepat dan sering berubah rubah , yaitu berkisar 120/menit pada waktu tidur dan 170/mnt pada waktu menangis. Tekanan darah 80/60 mmHg , setelah 5 tahun denyut jantung dan tekanan darah mendekati normal. Volume darah pada bayi : 80 – 85 ml / kgBB , sedangkan pada umur 2 tahun sampai pubertas 75ml/kg BB.    

C . METABOLISME
BMR pada anak relative lebih besar per meter persegi dibandingkan dengan orang dewasa , puncaknya dicapai pada usia 6 tahun yaitu 48 cal / m / jam , berarti 20% lebih tinggi dari orang dewasa.      

D . PENGATURAN SUHU TUBUH
Permukaan tubuh relative lebih luas dibandingkan berat badan , menyebabkan pengeluaran panas lebih mudah pada bayi bayi pada waktu pembedahan. Jaringan subcutan sangat kurang sehingga pelepasan panas sangat mudah. Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa jarang terjadi hipotermi , karena adanya mekanisme menggigil, sebaliknya pada bayi sering terjadi hipotermi. Dehidrasi sering menimbulkan hipotermi oleh sebab itu pra bedah harus diperbaiki dulu.    

E . GINJAL.
Ginjal pada bayi belum mampu untuk melakukan faal konsentrasi sehingga sulit untuk mengeluarkan NaCl dan mineral lainnya. Baru pada usia 1 ½ - 2 tahun faal ginjal berfungsi dengan baik. Pada bayi sangat mudah terjadi dehidrasi dan juga mudah terjadi overloading apabila perhitungan intake dan output tidak tepat.        

PERSIAPAN PRA BEDAH    

1 . Pemeriksaan Fisik Seperti pada orang dewasa , dilakukan pemeriksaan anatara lain: allo anamnesa , pemeriksaan laboratorium , thorax foto konsultasi pada bagian anak. Apabila ditemukan kelainan , maka jadwal operasi ditunda dulu.      
2 . Puasa Pada bayi harus diperhitungkan sekali jadwal puasanya , tidak boleh terlalu lama , karena akan menyebabkan dehidrasi. Puasa susu dianjurkan 6 jam sebelum operasi , tetapi kalau air bening dapat 2 jam sebelum operasi , kalau puasa terlalu lama sebaiknya dipasang infuse.
3 . Memberikan premedikasi diruangan , apabila memungkinkan dengan harapan bayi / anak dapat tenang pada waktu dibawa kekamar operasi .      

TEHNIK ANESTESI
Tehnik anestesi pada anak dapat diberikan dengan cara :
1 . parenteral
2 . inhalasi
3 . kombinasi enteral dan inhalasi
4 . regional anestesi ( sangat jarang dilakukan )    

Anestesi Parenteral Yang sering dilakukan adalah kombinasi Ketalar dan Dormicum , biasanya dipergunakan untuk operasi yang singkat dan tidak memerlukan otot yang relax , misal nekrotomi , cabut wire , reposisi dll. Dosis yang diberikan : IV ( Ketamin ) ….. 1 – 3 mg / kg BB IM ( Ketamin )…… 8 – 13 mg / kg BB   Pada bayi kurang dari 1 tahun kadang kadang menimbulkan depresi pernafasan.    

Inhalasi Tehnik ini dimulai dulu dengan Induksi dengan berbagai cara kemudian dilanjutkan dengan rumatan anestesi. Tehnik inhalasi dapat dilakukan hanya dengan sungkup muka atau dengan intubasi yaitu dengan memasukan endotrakeal tube kedalam jalan nafas ( trakea )  
Intubasi :   Tehnik intubasi tergantung kepada usia anak dan juga ketrampilan dari ahli anestesi. Beberapa cara untuk intubasi , ada yang melakukan dimana bayi masih sadar yang kita kenal dengan nama “ awake intubation “,umumnya dilakukan pada bayi yang berumur antara 4 – 6 minggu. Selain itu intubasi dapat juga dengan memakai obat pelemas otot non depolarisasi atau depolarisasi. Untuk melakukan intubasi harus sangat hati hati , karena jaringan didalam rongga mulut masih sangat lunak dapat menyebabkan odema atau kerusakan jaringan . Intubasi dapat juga dilakukan dengan memakai anaestesi umum, misalnya dengan pemberian gas anestesi N2O/O2 , Halothane / Enflurane , bisa dengan obat pelemas`otot atau tanpa pelemas otot. Pipa endotrakea yang digunakan , bisa ari jenis Cole tube , Low pressure cuffed tube dll ,yang perlu diperhatikan pada bayi / anak kecil jangan memakai cuffed tube karena akan merusak pipa jalan nafas. Untuk menghindari kebocoran dari udara dipergunaka “ Pack Kasa “ , dan sebagai perkiraan ukuran dari tube dapat disamakan dengan jari kelingking dari bayi / anak.    

Tehnik Inhalasi Ada bermacam tehnik inhalasi , tetapi yang paling sering dipergunakan adalah dengan Face mask , Intubasi endotrakeal dengan pelemas`otot atau tanpa pelemas otot. Cara open drops sudah sangat jarang dipergunakan , juga cara insufflation.    

Pemeliharaan Anestesi. Pada anak / bayi diperlukan alat alat dan tehnik khusus dan harus memenuhi syarat syarat : 1 . Tahanan terhadap pernafasan harus seminimal mungkin 2 . Dead`space mekanik seinimal mungkin. 3 . Pengeluaran CO2 harus efisien. 4 . Mudah untuk melakukan kontrol respirasi.   Pemilihan obat anestesi juga tergantung kepada : - usia dan kondisi fisik penderita. - Macam pembedahan. - Kemungkinan bahaya karena listrik dan mekanik. - Pengalaman dan keahlian dari dokter anestes9i.    

OBAT OBAT ANESTESI
1 . Bentuk Gas  
N2O : - efek toksiknya sedikit dan mudah / cepat dieleminasi - analgetik cukup kuat , relaksasi tidak ada. - Perbandingan pemberian N2O/O2 pada bayi 50% : 50% , anak besar 2/3 : 1/3. - Biasanya dikombinasikan dengan Halothane , Isoflurane , Ethrane , Sevorane.
Cyclopropane . - obat anestesi yang cukup kuat dan tidak ada iritasi. - Cepat dan mudah dieleminasi sehingga pasen cepat sadar. - Baik untuk pasen dengan ikterus atau penyakit ginjal. - Depresi pernafasan kuat. - Sensifitas terhadap adrenalin cukup kuat. - Mahal dan mudah terbakar. - Dapat terjadi muntah.

2 . Bentuk Volatile .  
Ether : - margine of safety luas. - murah dan mudah didapat , tidak memerlukan alat khusus. - Respirasi bisa spontan dengan relaksasi cukup dan analgetik cukup. - Mengiritasi jalan nafas. - Dapat menimbulkan muntah pasca bedah. - Mudah terbakar. - Pemberian lama dapat menekan fungsi hepar dan ginjal.    
Halothane - Tidak berbau dan tidak merangsang. - Tidak mudah terbakar. - Induksi mudah dan lancar. - Tidak toksis terhadap ginjal / hepar ( ? ) - Dapt menimbulkan hipotensi , bradykardia dan takipnoe pada anak anak. - Sensitivitas jantung terhadap adrenalin meninggi.    
Trilene : - induksi cepat , mudah terbakar . - menyebabkan takipnoe. - Sensivitas jantung terhadap adrenalin tinggi seperti halothane. - Relaksasi kurang baik.    
Enflurane / Ethrane . - obat anestesi yang potent. - Tidak menimbulkan hipersekresi , bronkodilator. - Induksi cepat dan juga pemulihan cepat. - Dapat menimbulkan penurunan tekanan darah .      
Isoflurane : - Induksi dan pemulihan cepat . - Tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi . - Berefek bronkodilator , tidak menimbulkan mual dan muntah. - Bersifat kompatibel dengan epinephrine. - Penurunan tekanan darah sama dengan halothane.      

OBAT PELEMAS OTOT.
Anak anak sangat toleran terhadap obat ini.  
1 . Tubocurarine Chlorida Sudah jarang dipergunakan.
 2 . Gallamine triethiodide ( Flaxedil ) Sudah tidak dipergunakan lagi pada saat ini, kerjanya lebih pendek dari Curarine , bisa menimbulkan takikardia dan hipotensi.
3 . Pancuronium ( Pavulon ) Tidak merangsang pengeluaran histamine , efek kerjanya lama dan onsetnyapun lama . Pada bayi dosis 0,03mg/kg BB , sedangkan pada anak 0,13mg/kgBB
4 . Obat obat baru golongan non depolarisasi banyak sekali didapatkan diluar , seperti Norcuron , Atracurium , Esmeron . Semua golongan ini onset dan lamanya kerja lebih pendek sehingga dapat dipergunakan untuk intubasi atau rumatan anestesi.
5 . Suxamethanium chloride . Golongan obat depolarisasi , umumnya dipakai untuk intubasi karena onsetnya cepat dan masa kerjanya pendek. Dosis yang dipakai untuk intubasi 2mg / kgBB. Obat ini bisa menimbulkan hipotermia dan apnoe yang lama karena Terjadi potensiasi dengan obat anestesi lain seperti Halothane , Ether.    

MONITORING.
Dengan berkembang pesatnya alat alat anestesi untuk melakukan pengamatan tensi , nadi , respirasi dan saturasi , dapat dipergunakan satu alat saja yang sudah dapat merekam secara langsung dan teratur. Dokter hanya mengatur frekwensi yang diinginkan , biasanya pengamatan dilakukan setiap 5 menit , kecuali kalau ada hal hal yang penting dapat dipercepat.    

PASCA BEDAH .
Setelah anak / bayi dioperasi harus dirawat dahulu diruang pemulihan sampai anak / bayi tersebut pulih kesadarannya baru dikirim keruangan. Selama diruang pemulihan , fungsi fungsi vital harus diawasi dengan seksama , karena anak / bayi mudah sekali jatuh kedalam kondisi yang buruk. Jangan sampai leher anak tertekuk sehingga kekurangan oksigen, apnoe , bradikardia dan meninggal. Anak / bayi baru dipindahkan keruangan apabila anak sudah sadar sempurna dan pada bayi apabila sudah menangis keras.      

   BB            Hb              NADI       TENSI          DRH          RESP
< 3KG       18-20          140-180       70/25         80-90/KG     40-45
< 9,5KG    10-11             120            80/60         75ML/KG    25-30
12 KG          11                110            85/60         70ML/KG       20
18 KG          14               100            85/60         70ML/KG       20
 22 KG      13-13,5         100             90/60         70ML/KG      20
30 KG       13-13,5          90             100/70        70ML/KG      18  

KEPUSTAKAAN
1 . Smith R.M : Anesthesia for infants and children , 4th ed . The CV Masby Company, St Louis – Toronto – London 1980.
2 . Stearward , D.J : Manual of Pediatric Anesthesia ,2nd ed . Churchil – Livingstone , New York – edinburg , 1985.
 3 . Ryan Cook D , Pediatric Anaesthesia in General Anaesthesia 5th ed, by J.F Nunn . JE Utting and Burnell R.Brown Jr. Butterworths – London 89.
4 . Gregory G.A Pediatric Anesthesia 2nd ed , edited by Ronald D Miller M.D , Churchill Livingstone , NewYork, Edenburgh , London 1986.
5 . Kaufman L and Sunner E , Anaesthesia for the older child in General Anaesthesia 4th ed , by T Cecil Gray and J.F Nunn Butterworth , 1980.
 6 . Brzustourcz R.M et al, Efficacy of oral Premedication in children for out patient surgery . Anesthesiology vol 55 no 2 Sept 1981.
7 . Bogosyan S and Gotz`E , Incidence and contributing factors of stormy anesthetic induction in Pediatric anesthesia , VII European Congress of Anesthesiology , edited by H.Bergmann, Heidi Kramar and K Steinbe – reithneo ; VWM , Wien – Munchen – Beon .
8 . John C.Snow, MD , Professor of Anesthesiology , Boston University School of Medicine , Manual of Anesthesia , Asian Edition page 337-343

0 comments